Membongkar Koleksi Dusta Syaikh Idahram 6 – CIRI-CIRI KHAWARIJ YANG DIPAKSAKAN OLEH idahram HARUS COCOK DENGAN CIRI-CIRI KAUM SALAFY WAHABI

CIRI-CIRI KHAWARIJ YANG DIPAKSAKAN OLEH idahram HARUS COCOK DENGAN CIRI-CIRI KAUM SALAFY WAHABI

 

PERTAMA : Sabda Nabi tentang sifat khawarij “Kaum Yang Muda Usianya”

Idahram berkata :

((Usia kaum itu “berumur muda”

Poin ini bisa memiliki banyak maksud, diantaranya adalah (*1) usia pergerakan dakwahnya masih muda, atau (*2) ajaran yang dibawanya adalah ajaran muda (baru) yang tidak sama dengan sekte-sekte sebelumnya. (*3) Atau ilmunya sedikit dan belum matang sehingga dikatakan masih muda. (*4) Atau cara berpikirnya pendek dan sempit disebabkan oleh pengalamannya yang masih muda.

Semua kriteria ini bisa masuk ke dalam sekte wahabi)). Demikian perkataan Idahram dalam bukunya hal 143.

Bantahan terhadap igauan Idahram ini dari 2 sisi :

Pertama : Igauan Idahram menyelishi tafsiran para ulama.

Kalau kita kembali kepada para ulama yang menjelaskan sabda Nabi “Kaum yang muda usianya”, maka akan kita dapati bahwa seluruh ulama sepakat bahwa maksudnya adalah “berusia muda”, yaitu kaum khawarij pengikutnya adalah para pemuda.

Ibnu Hajar berkata:


“Dan Al-Asnaan adalah jamak (plural) dari kata tunggal sin, dan maksudnya adalah umur/usia, dan maksudnya bahwasanya khawarij itu para pemuda” (Fathul Baari 12/287). Dan para ulama telah sepakat dengan tafsiran ini karena itulah makna dzohir/lahiriah dari lafal hadits ini. Lihat juga penjelasan Imam An-Nawawi di Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim (7/160), Al-Qoodhi ‘Iyaadh Al-Maliki di Masyaariqul Anwaar ‘alaa Sihaah Al-Atsar (1/183), Al-Qostholaani di Irsyaad As-Saari (10/171), Al-Munaawi As-Syafii di Faidul Qodiir (4/226), Al-‘Adziim Aabadi di ‘Aunul Ma’buud (13/80), Al-Mubaarokfuuri di Tuhfatul Ahwadzi (6/353).

Tidak seorangpun dari mereka yang menafsirkan makna “kaum berumur muda” dengan 4 tafsiran yang disebutkan oleh Idahram. Saya tidak tahu Idahram ini mengambil tafsiran lafal hadits dari mana?? Apakah karangan ia sendiri??!!!.

Idahram berusaha lari dan kabur dari tafsiran ulama tentang berusia muda, karena dia sadar bahwasanya kaum Salafy Wahabi bukanlah kaum pemuda sebagaimana halnya dengan kaum khawarij, sehingga akhirnya Idahram berusaha mentakwil-takwil sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan penafsirannya sendiri !!!.

Kedua : Tafsiran-tafsiran (baca : igauan-igauan) Idahram tersebut pun menyelisihi kenyataan yang ada.

Igauan (1) : Usia dakwahnya masih muda !!!

Ini tentu menyelisihi kenyataan, bahkan usia dakwah Salafy Wahabi sudah sangat tua. Bukankah Idahram menyebutkan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab telah mengambil dakwahnya dari Ibnu Taimiyyah??. Hal ini berarti dakwah salafy sudah berusia sekitar 6 abad??, bukankah ini sudah cukuk lama wahai Idarhram??!

Igauan (2) : Ajaran yang dibawanya adalah ajaran muda (baru) yang tidak sama dengan sekte-sekte sebelumnya.

Tentunya dakwah salafi wahabi akan berbeda dengan sekte-sekte sesat sebelumnya, seperti syi’ah, khawarij, mu’tazilah, murjiah, jahmiyah, asya’iroh, dll. Karena memang dakwah salafy adalah menyeru untuk kembali kepada pemahaman para salaf yang menyelisihi pemahaman sekte-sekte tersebut.

Igauan (3) Ilmunya sedikit dan belum matang sehingga dikatakan masih muda

Sungguh aneh dan lucu karena menyelisihi kenyataan yang ada. Orang-orang awam pun paham jika ilmu para dai salafi jauh lebih ‘ilmiiyah dan penuh kejujuran dan didasari oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ditopang dengan perkataan para ulama. Adapun dakwah idahram…penuh kedustaan, kengawuran…, menafsirkan dengan hawa nafsu sendiri…!!!

Igauan (4) Cara berpikirnya sempit disebabkan pengalamannya yang masih muda

Memang benar bahwa dakwah salafy adalah sempit karena hanya membatasi umat islam kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman para salaf. Adapun dakwah Idahram maka sangat terbuka, sampai-sampai syi’ah yang mengkafirkan para sahabatpun diterima !!!??

KEDUA : Ciri-Ciri Khawarij Salafi Wahabi Kepala Plontos

Idahram berkata :

((Ciri-ciri mereka bercukur (plontos), celana gantung, dan memecah belah umat.عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «يَخْرُجُ نَاسٌ مِنْ قِبَلِ المَشْرِقِ، وَيَقْرَءُونَ القُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، ثُمَّ لاَ يَعُودُونَ فِيهِ حَتَّى يَعُودَ السَّهْمُ إِلَى فُوقِهِ»، قِيلَ مَا سِيمَاهُمْ؟ قَالَ: ” سِيمَاهُمْ التَّحْلِيقُ – أَوْ قَالَ: التَّسْبِيدُ – “. وفي صحيح مسلم وصحيح ابن حبان فيهما زيادة “يَخْرُجُوْنَ فِي فُرْقَةٍ مِنَ النَّاسِ” (رواه البخاري ومسلم والنسائي وابن ماجه وأبو داود وأحمد وغيرهم)

Dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a. dari Nabi Saw. bersabda, “Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati batas kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus keluar dari (badan) binatang buruannya. Mereka tidak pernah kembali sampai anak panah bisa kembali ke busurnya. Ciri-ciri mereka adalah mencukur habis rambutnya atau gundul”.

Dalam shahih Muslim dan Shahih Ibnu Hibban ditambahkan kalimat, “Mereka keluar dalam perpecahan manusia” (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i, Ibnu Majah, Abu Dawud, Ahmad, dan lainnya)…))

Idahram berkata,

“Rambut kepala mereka gundul/plontos. Ini adalah teks hadits yang sangat jelas tertuju kepada faham Muhammad bin Abdil Wahab. Semasa hidupnya dahulu, dia telah memerintahkan setiap pengikutnya untuk mencukur habis rambut kepalanya sebelum mengikuti fahamnya. Ibnu Abdil Wahab mengkalim bahwa, orang-orang Islam yang masih dalam keadaan musyrik atau kafir sebelum mengikuti ajaran yang dibawanya. Oleh karena itu, mereka semua harus memberishkan sisa-sisa rambut kekafiran mereka itu dengan mencukurnya. Itulah fakta sejarah yang telah terjadi ketika Ibnu Abdil Wahab masih hidup dalam upaya ‘mengislamkan’ kembali umat Islam yang telah kafir dan musyrik menurut versi mereka. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya, dari sejak zaman Rasulullah Saw.” (Sekte Berdarah…hal 167)

Sanggahan terhadap pernyataan Idahram di atas dari beberapa sisi,

Pertama : Tentunya setiap orang yang waras dan matanya masih belum rabun mengetahui bahwasanya ini jelas-jelas merupakan kedustaan. Apakah para ulama salafy wahabi (bahkan demikian juga penduduk awam salafy wahabi) hobinya gundul??, kemana-kemana selalu menampakkan kegundulan mereka??!!.

Demikian juga para pendukung dakwah salafy wahabi di Indonesia apakah semuanya berkepala plontos??!. Apakah ada satu saja dari sekian banyak pendukung dakwah salafy wahabi yang berpemahaman demikian??!!.

Kedua : Justru pernyataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa “ciri khas kaum khawarij berkepala plontos” merupakan dalil yang sangat kuat bahwasanya kaum salafy wahabi bukanlah khawarij. Karena tidak seorangpun dari mereka yang hobi plontos !!!.
Sungguh Idahram terlalu memaksa-maksakan agar kaum salafy wahabi harus menjadi khawarij, sehingga seluruh sifat-sifat khawarij yang disebutkan Nabi harus sepadan dengan ciri-ciri kaum wahabi.

Ketiga : Idahram telah melakukan tipu muslihat, dengan memotong perkataan ulama.
Untuk menguatkan pernyataan bahwa ciri-ciri khawarij salafy wahabi adalah plontos maka Idahram menukil dari salah seorang pengikut dakwah Salafy Wahabi, Idahram berkata,

((Abdul Aziz ibnu Humaid, salah seorang dari keturunan pendiri Salafy Wahabi (Muhammad bin Abdul Wahab) mengakui kenyataan itu. Ia mengatakan :فالذي تدل على الأحاديث ، النهي عن حلق بعض وترك بعض، فأما تركه كله فلا بأس به، إذا أكرمه الإنسان كما دلت عليه السنة النبوية. وأما حديث كليب ، فهو يدل على الأمر بالحلق عند دخوله في الإسلام إن صح الحديث …. لأن ترك الحلق ليس منهيا عنه، وإنما نهى عنه ولي الأمر؛ لأن الحلق هو العادة عندنا، ولا يتركه إلا السفهاء عندنا، فنهى عن ذلك نهي تنزيه لا نهي تحريم سدا للذريعة؛ ولأن كفار زماننا لا يحلقون فصار في عدم الحلق تشبها بهم

“Yang ditunjukkan oleh hadis-hadis itu adalah larangan untuk menggundul sebagian kepala dan membiarkan sebagian yang lainnya. Tidak menggundul rambut secara keseluruhan pun tidak masalah, jika orang-orang memandangnya baik sebagaimana sunnah Nabi menyatakan itu. Adapun hadis Kulaib menunjuk kepada perintah gundul ketika seseorang masuk Islam, jika hadis itu shahih…Karena menggundul kepada adalah kebiasaan kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh kami. Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan yang bersifat anjuran, bukan larangan haram, sebagai bentuk antisipasi. Sebab orang-orang kafir di zaman kami tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan)….)).

Demikian perkataan Idahram dalam bukunya hal 168-169.
Hal ini merupakan kedustaan, akan tetapi kedustaan dengan cara yang halus, sebuah tipu muslihat. Marilah kita melihat langsung teks asli (scan) dari pernyataan ulama tersebut sebagaimana termaktub dalam kitab Ad-Durar As-Saniyyah 4/152

Terjemahan yang benar dari teks aslinya adalah sebagai berikut :
“Anak-anak Keturunan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan syaikh Muhammad bin Naashir ditanya tentang hukum mencukur sebagian rambut kepada, dan membiarkan sebagian yang lain?

Maka mereka menjawab : Yang ditunjukkan oleh hadits-hadits yaitu larangan mencukur sebagian rambut kepala dan membiarkan sebagian yang lain. Adapun meninggalkan rambut kepala seluruhnya (*tidak dicukur sama sekali) maka tidak mengapa jika seseorang memuliakan rambutnya, sebagaimana ditunjukkan oleh sunnah yang shahih. Dan adapun hadits Kulaib maka menunjukkan akan perintah untuk mencukur (gundul) tatkala ia masuk Islam –hal ini jika haditsnya shahih-, dan tidak menunjukan bahwa senantiasa botak adalah sunnah. Dan adapun memberi ta’ziir (hukuman) kepada orang yang tidak gundul dan mengambil hartanya maka hal ini tidak diperbolehkan, yang pelakunya (*yang menta’zir dan mengambil harta dari yang tidak gundul-pen) dilarang untuk melakukannya, karena meninggalkan mencukur rambut bukanlah perkara yang dilarang. Hanyalah yang melarang untuk meninggalkan botak yaitu waliyul amr, karena mencukur botak adalah adat kami, dan tidak ada yang meninggalkan cukur botak kecuali orang-orang yang bodoh, maka hal ini dilarang dengan larangan tanziih (*yaitu hukumnya hanya makruh) dan bukan larangan tahrim (*yaitu bukan karena haram), sebagai tindakan preventive.” (Ad-Duror As-Saniyyah 4/152)

Dari sini kita mengetahui kedustaan Idahram dari dua sisi :

Pertama ; Ia menghapus perkataan yang kami garis bawahi (dalam terjemahan yang benar), padahal terjemahan tersebut menunjukkan kebalikan apa yang dituduhkan oleh Idahram. Sangat jelas bahwa mereka (keturunan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab) dengan tegas menyatakan bahwa:

–         Selalu botak (yang merupakan ciri khas) kaum khawarij bukanlah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
–         Orang yang memberi hukuman kepada yang tidak gundul serta mengambil hartanya, orang ini harus dicegah dan dilarang
–         Tidak gundul bukanlah perkara yang dilarang.

Mereka hanya menjelaskan bahwa kebiasaan adat mereka adalah mencukur gundul sekali-sekali, dan dalam adat mereka yang tidak mau gundul sama sekali biasanya orang bodoh. Akan tetapi ingat ini hanya berkaitan dengan adat

Kedua : Idahram menambah nukilan perkataan yang tidak dikatakan oleh mereka. Tambahan tersebut adalah :

ولأَنَّ كُفَّارَ زَمَانِنَا لاَ يَحْلقون فَصَارَ فِي عدمِ الْحلق تَشَبُّهًا بهم

“Sebab orang-orang kafir di zaman kami tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan)” (Sejarah Berdarah… hal 169)
Demikian tambahan nukilan dusta yang ditambahkan oleh Idahram.

Yang semakin menunjukkan busuknya dusta Idahram, ia lalu mengomentari tambahan dustanya ini dengan menambah kedustaan tuduhan yang lain. Ia berkata, “Perlu diingat, setiap kali mereka menyebutkan kata “kafir” atau “musyrik di zaman kami” maksudnya adalah umat Islam yang tidak mengikuti ajaran mereka” (Sejarah Berdarah… hal 169)

Metode tipu muslihat seperti ini semakin menguatkan dugaan sebagian orang bahwasanya Idahram itu adalah Abu Salafy yang suka berdusta dan menambah perkataan ulama, sebagaimana telah saya buktikan dimana Abu Salafy menambah-nambahi perkataan Imam Al-Qurthubi. (silahkan lihat kembali artikel ini “Sekali lagi : Tipu muslihat Abu Salafy CS (bag 2)“)

Keempat : Tuduhan dusta yang dilontarkan Idahram kepada kaum Salafy Wahabi ternyata hanyalah kedustaan yang diwarisi oleh Idahram dari para nenek moyangnya yang gemar berdusta karena hasad dan memusuhi dakwah salafy wahabi.

Dan tuduhan tersebut pernah dibantah langsung oleh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhaab rahimahullah. Berikut teks asli (scan) bantahan beliau rahimahullah :

Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah berkata : “Adapun pembahasan tentang hukum membotak rambut kepala dan bahwasanyya sebagian orang-orang badui yang masuk dalam agama kami mereka memerangi orang yang tidak menggundul kepalanya, dan mereka membunuh hanya karena sebab masalah “gundul” saja, dan bahwasanya barang siapa yang tidak menggundul kepalanya maka menjadi murtad??!!”

Maka jawabannya : “Ini merupakan kedustaan dan mengada-ngada atas nama kami, dan orang yang melakukan ini (*membunuh orang hanya karena tidak gundul) tidaklah beriman kepada Allah dan hari akhirat. Karena kekufuran dan kemurtadan hanyalah timbul karena sikap mengingkari perkara-perkara agama islam yang telah diketahui secara darurat (*yaitu sangat jelas dan diketahui oleh semua orang-pen). Dan macam-macam bentuk kekufuran dan kemurtadan baik berupa perkataan maupun perbuatan telah diketahui oleh para ulama, dan tidak gundul bukanlah termasuk dari macam-macam bentuk kekafiran. Bahkan kami tidak mengatakan bahwa menggundul adalah sunnah, apalagi sampai wajib, apalagi sampai kalau ditinggalkan menjadi murtad dari Islam !!!

Dan yang dilarang oleh sunnah adalah al-qoza’, yaitu menggundul sebagian kepala dan membiarkan sebagian yang lain. Inilah yang kita dilarang melakukannya dan kita akan memberi pelajaran kepada pelakunya. Akan tetapi orang-orang bodoh yang datang kepada kalian tidak bisa membedakan tentang macam-macam kekufuran dan kemurtadan. Dan banyak diantara mereka tidak memiliki tujuan kecuali merampas harta. Kami sama sekali tidak memerintahkan seorangpun dari para gubernur/pemimpin untuk memerangi orang yang tidak menggundul kepalanya. Akan tetapi kami memerintahkan mereka untuk memerangi orang yang berbuat kesyirikan kepada Allah dan enggan untuk mentauhidkan Allah, serta enggan untuk menjalankan syari’at seperti sholat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadan.

Jika mereka menyelisihi hal ini dan perbuatan mereka sampai kepada kami maka kami tidak menyetujui mereka akan hal ini, dan kami berlepas diri kepada Allah dari perbuatan mereka, dan kami akan memberi pelajaran kepada mereka sesuai kadar kriminal mereka dengan idzin dan kekuatan Allah” (Ad-Duror As-Saniyyah 10/275-276)

KETIGA : Ciri-Ciri Khawarij Salafy Wahabi : Celana Gantung

Untuk menunjukkan bahwa ciri-ciri khawarij adalah bercelana gantung maka idahram membawakan sebuah hadits yang panjang yang diriwayatkan dari sahabat Abu Barzah Al-Aslamiy radhiallahu ‘anhu. Idahram berkata :

أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِدَنَانِيرَ فَكَانَ يَقْسِمُهَا وَعِنْدَهُ رَجُلٌ أَسْوَدُ مَطْمُومُ الشَّعْرِ عَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَبْيَضَانِ – وفي رواية الحاكم في المستدرك على الصحيحين فيها زيادة “رَجُلٌ مُقَلِّصُ الثِّيَابِ ذُوْ سيْمَاءٍ- بَيْنَ عَيْنَيْهِ أَثَرُ السُّجُودِ فَتَعَرَّضَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَاهُ مِنْ قِبَلِ وَجْهِهِ فَلَمْ يُعْطِهِ شَيْئًا ثُمَّ أَتَاهُ مِنْ خَلْفِهِ فَلَمْ يُعْطِهِ شَيْئًا فَقَالَ وَاللَّهِ يَا مُحَمَّدُ مَا عَدَلْتَ مُنْذُ الْيَوْمَ فِي الْقِسْمَةِ فَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَضَبًا شَدِيدًا ثُمَّ قَالَ وَاللَّهِ لَا تَجِدُونَ بَعْدِي أَحَدًا أَعْدَلَ عَلَيْكُمْ مِنِّي قَالَهَا ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ يَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ رِجَالٌ كَانَ هَذَا مِنْهُمْ هَدْيُهُمْ هَكَذَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ لَا يَرْجِعُونَ إِلَيْهِ وَوَضَعَ يَدَهُ عَلَى صَدْرِهِ سِيمَاهُمْ التَّحْلِيقُ لَا يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ حَتَّى يَخْرُجَ آخِرُهُمْ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ قَالَهَا ثَلَاثًا شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ” (رواه البخاري ومسلم والنسائي وأحمد وابن أبي شيبة والطيالسي والحاكم وغيرهم)

“Rasulullah Saw. diberikan sekumpulan dinar (ghanimah), lalu beliau membagikannya. Di dekatnya ada seorang lelaki hitam mengenakan pakaian putih-putih –pada riwayat al-Hakim dalam kitab al-Mustadrok ‘ala as-Shahihain ada penambahan kalimat “seorang lelaki berpakaian menggantung dan memiliki ciri khas- dan diantara kedua matanya ada bekas sujud. Lelaki itu menghadang Rasulullah Saw. dengan mendatanginya dari arah depan, Namun Rasulullah Saw. tidak memberi sesuatu kepadanya. Kemudian lelaki itu mendatanginya dari arah belakang, namun Rasulullah Saw. juga tidak memberikannya sesuatu. Lantas lelaki itu berkata, “Demi Allah, hai Muhammad, engkau tidak berlaku adil sejak hari ini dalam membagikan (ghanimah)”. Rasulullah Saw. marah sekali, lalu bersabda, “Demi Allah, tidak akan kalian jumpai setelahku orang yang lebih adil daripadaku terhadap kalian.”, beliau mengucapkan itu tiga kali. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, Akan keluar dari timur orang-orang yang mana lelaki ini bagian dari mereka dan seperti itulah penampilan mereka. Mereka membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati pangkal tenggorokannya. Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus dari (badan) binatang buruannya, tidak pernah bisa kembali lagi –Rasulullah Saw. mengelus dadanya, lalu melanjutkan- cirri-ciri mereka adalah plontos. Mereka masih saja muncul sampai muncul orang-orang mereka yang paling akhir. Jika kalian mendapati mereka, maka bunuhlah mereka –Rasulullah Saw. mengucapkan itu tiga kali-, mereka adalah seburuk-buruk makhluk” (HR. Bukhari, Muslim, Nasai, Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, At-Thayalisi, al-Hakim, dan lainnya), demikian penukilan hadiys Nabi oleh Idahram dalam bukunya Sejarah Berdarah… hal 165-167.

Idahram berkata, “Berpakaian menggantung (muqallish ats-tsiyaab). Beginilah diantara ciri-ciri yang Rasulullah Saw. sampaikan tentang mereka. Apakah salafi Wahabi seperti itu mewajibkan celana nggantung?. Pembaca budiman pasti sudah mengetahui jawabannya. Celana di atas tumit itu tidak buruk –paling tidak untuk menghindari dari terkena najis atau kotoran- akan tetapi bukan suatu kemestian. Asal jangan berlebih-lebihan hingga –maaf- seperti tukang pacul atau celana hawai di pantai karena terlalu menggantung. Yah, yang wajar-wajar saja. Sebab, Nabi Saw. sendiri juga mempersilakan Abu Bakar untuk memanjangkan pakaiannya sebagaimana terdapat dalam hadits shahih” (Sejarah Berdarah…hal 169).

Sanggahan terhadap igauan Idahram ini dari beberapa sisi :

Pertama : Kesalahan Idahram dengan menyandarkan hadits di atas kepada Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim, karena kedua Imam tersebut tidak meriwayatkan hadits di atas. Tentunya ini merupakan tipu muslihat, sehingga mengesankan kepada para pembaca bahwa hadits ini jelas sangat shahih mengingat dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian.

Kedua : Hadits ini ternyata sanadnya lemah. Karena dalam sanadnya ada seorang perawi yang bernama Syariik bin Syihab, dan ia adalah seorang yang majhul. Akan tetapi sebagian ulama menghasankan hadits ini atau menyatakan sebagai hadits shahih lighoirihi karena syawahid.

Ketiga : Tambahan riwayat dalam Mustadrok Al-Haakim “مقلص الثياب” ternyata bukan dari hadits Abu Barzah Al-Aslami, akan tetapi dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri. Hal ini menunjukkan kurang telitinya Idahram dalam mentakhrij hadits.

Keempat : Hadits-hadits Abu Barzah Al-Asalmi, dan juga hadits Abu Sa’id Al-Khudri menceritakan tentang kisah Dzul Khuwashiroh yang protes terhadap pembagian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ia anggap tidak adil.

Akan tetapi yang perlu dicamkan bahwasanya tidak semua sifat-sifat yang dimiliki oleh Dzul Khuwaishiroh lantas menjadi ciri-ciri khas kaum khawarij. Ciri-ciri khas fisik kaum khawarij adalah sifat-sifat yang disebutkan oleh Nabi merupakan alamat khawarij, seperti kepala plontos sebagaimana telah lalu. Dimana Nabi menegaskan dalam sabdanya سِيمَاهُمْ التَّحْلِيقُ”ciri-ciri mereka adalah gundul”:

Karena kalau semua sifat yang disebutkan tentang Dzul Khuwaishiroh dianggap merupakan ciri khusus kaum khawarij maka ada beberapa sifat baik yang dimiliki oleh khawarij. Misalnya mereka sholat, sehingga hal inilah yang membuat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencegah Kholid bin Al-Waliid untuk  memenggal leher Dzul Khuwaishiroh.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudry, ia berkata :

فَقَامَ رَجُلٌ غَائِرُ العَيْنَيْنِ، مُشْرِفُ الوَجْنَتَيْنِ، نَاشِزُ الجَبْهَةِ، كَثُّ اللِّحْيَةِ، مَحْلُوقُ الرَّأْسِ، مُشَمَّرُ الإِزَارِ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اتَّقِ اللَّهَ، قَالَ: «وَيْلَكَ، أَوَلَسْتُ أَحَقَّ أَهْلِ الأَرْضِ أَنْ يَتَّقِيَ اللَّهَ» قَالَ: ثُمَّ وَلَّى الرَّجُلُ، قَالَ خَالِدُ بْنُ الوَلِيدِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلاَ أَضْرِبُ عُنُقَهُ؟ قَالَ: «لاَ، لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ يُصَلِّي» فَقَالَ خَالِدٌ: وَكَمْ مِنْ مُصَلٍّ يَقُولُ بِلِسَانِهِ مَا لَيْسَ فِي قَلْبِهِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنِّي لَمْ أُومَرْ أَنْ أَنْقُبَ عَنْ قُلُوبِ النَّاسِ وَلاَ أَشُقَّ بُطُونَهُمْ» قَالَ: ثُمَّ نَظَرَ إِلَيْهِ وَهُوَ مُقَفٍّ، فَقَالَ: «إِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا قَوْمٌ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ رَطْبًا، لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ»

“Maka berdirilah seseorang yang matanya mencengkung ke dalam, kedua tulang pipinya menonjol, jidatnya maju, jenggotnya tebal, kepalanya botak, menggulungkan sarungnya, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, bertakwalah engkau kepada Allah !!”. Nabi berkata, “Celaka engkau, bukankah aku adalah penduduk bumi yang paling pantas untuk bertakwa kepada Allah??”. Lalu orang itupun pergi, maka Kholid bin Al-Waliid berkata, “Wahai Rasulullah apakah boleh aku memenggal lehernya?”, Nabi menjawab, “Jangan, siapa tahu ia sholat“. Kholid berkata, “Betapa banyak orang yang sholat mengucapkan di lisannya apa yang tidak ada di hatinya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku tidak diperintahkan untuk memeriksa hati-hati orang dan tidak diperintah untuk membelah perut mereka”. Lalu Nabi melihat kepada orang tersebut dan orang tersebut dalam keadaan berjalan pergi, lalu Nabi berkata, “Akan keluar dari keturunan orang ini sebuah kaum yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan basah (*yaitu senantasa lidah mereka basah membaca al-qur’an) akan tetapi tidak melewati kerongongan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah dari (jasad) binatang buruannya” (HR Al-Bukhari no 4351 dan Muslim no 1064)

Dalam hadits-hadits tentang Dzul Khuwaishiroh ada beberapa sifat-sifat baik yang dimiliki olehnya, diataranya, ia adalah seorang yang sholat, yang semakin menunjukkan akan sholatnya adalah ada tanda bekas sujud diantara kedua matanya.

Lantas apakah sifat-sifat ini merupakan ciri khas khawarij? Tentu tidak, bahkan ini merupakan ciri-ciri yang baik. Apakah jika ada orang yang jidatnya hitam karena sering sujud dikatakan memiliki ciri khawarij?. Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjenggot tebal??

Kelima : Jika setiap sifat yang disebutkan tentang Dzul Khuwaisiroh nenek moyang khawarij ini dijadikan ciri khusus khawarij maka tentunya kita akan mengatakan, diantara ciri-ciri khusus khawarij adalah jidatnya tinggi, matanya cekung ke dalam, tulang pipinya menonjol. Jika perkaranya demikian maka tentu tidak semua kaum khawarij yang diperangi Ali adalah khawarij, karena tentunya tidak semua memiliki sifat wajah seperti ini.

Keenam : Sifat-sifat tersebut adalah sifat-sifat yang dilihat oleh para sahabat yang meriwayatkan hadits yang menyaksikan kejadiannya langsung, dan bukan sifat-sifat yang disebutkan oleh Nabi tentang khawarij. Lain halnya dengan sifat “gundul” maka itu disebutkan khusus oleh Nabi tentang khawarij

Ketujuh : Dalam lafal-lafal hadits tidak disebutkan celana gantung, akan tetapi disebutkan مُقَلِّصُ الثِّيَابِ (yaitu baju) atau مُشَمَّرُ الإِزَارِ (yiatu menggulung/menaikan sarung). Jika perkaranya demikian maka setiap orang yang memakai sarung yang dinaikan maka ia telah memiliki sifat khawarij.

Kedelapan : Menaikkan atau celana gantung merupakan perkara yang terpuji selama tidak berlebihan. Bahkan diantara sunnah Nabi adalah mengangkat celana atau sarung hingga tengah betis.

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِي قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ :”إِزَارُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ, وَلا حَرَج – أَوْ وَلا جُنَاح – فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ, فَمَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِي النَّارِ, مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ

Dari Abu Said Al-Khudri berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda: Sarung seorang muslim hingga tengah betis dan tidak mengapa jika di antara tengah betis hingga mata kaki. Segala (kain)  yang di bawah mata kaki maka (tempatnya) di neraka.  Barang siapa yang menyeret sarungnya (di tanah-pent) karena sombong maka Allah tidak melihatnya.” (HR. Abu Daud no: 4093, Malik no: 1699, Ibnu Majah no: 3640.  Hadits ini dishahihkan oleh Imam Nawawi dalam Riyadus Shalihin,  Syaikh Albani dan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)

Lantas Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat celana atau sarung mereka nggantung, apakah lantas dikatakan mereka adalah khawarij???. (Untuk lebih luas tentang masalah ini silahkan baca kembali artikel ini “ISBAL ?? NO !! Apa sih susahnya? wong tinggal ninggikan celana sedikit? Kan, masih tetap keren?“)

KEEMPAT : Ciri Khas Khawarij : Mereka Keluar Dalam Perpecahan Manusia

Idahram berkata, “Mereka keluar dalam perpecahan manusia”. Sejarah mencatat bahwa ajaran Muhammad bin Abdil Wahab muncul ketika umat Islam sedang terpecah-belah akibat penjajahan bangsa barat terhadap dunia islam” (Sejarah Berdarah Sekte Salafy Wahabi hal 170)

Igauan Idahram ini menyelisihi penafsiran yang ditunjukkan oleh lafal-lafal hadits dalam riwayat-riwayat yang lain.

Kesimpulan ciri yang disebutkan oleh Idahram diambil dari lafal dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam يَخْرُجُوْنَ فِي فُرْقَةٍ مِنَ النَّاسِ “Mereka keluar tatkala terjadi perpecahan diantara manusia”

Apakah yang dimaksud dengan perpecahan ini adalah sebagaimana yang diigaukan oleh Idahram “ketika umat Islam sedang terpecah-belah akibat penjajahan bangsa barat terhadap dunia islam”??. Jawabannya adalah tidak, Al-Imam An-Nawawi berkata :

“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “يَخْرُجُوْنَ عَلَى حين فرقة من الناس”, para ulama memberi harokat dalam as-Shahih dengan dua model, yang pertama “حِيْنِ فُرْقَةٍ” yaitu “pada waktu terjadinya perpecahan manusia”, yaitu perpecahan yang terjadi diantara kaum muslimin, yaitu perpecahan yang terjadi antara Ali dan Mu’awiyah –semoga Allah meridhoi mereka berdua-.

Dan yang kedua “خَيْرِ فِرْقَةٍ” yaitu mereka khawarij keluar dari kelompok yang terbaik diantara dua kelompok. Akan tetapi pengharokatan yang pertama lebih masyhur dan lebih banyak. Dan ini dikuatkan dengan sebuah riwayat setelah riwayat ini “يخرجون في فُرْقَةٍ من الناس” yaitu dengan mendommah huruf faa’ فُرْقَةٍ tanpa ada khilaf” (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 7/166)

Al-Hafiz Ibnu Hajar mendukung penafsiran yang pertama karena adanya riwayat-riwayat yang lain yang menunjukkan akan hal itu. Diantara riwayat-riwayat lain yang beliau sebutkan adalah;

Pertama ; Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

تَمْرُقُ مَارِقَةٌ عِنْدَ فُرْقَةٍ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ يَقْتُلُهُمْ أَوْلَى الطَّائِفَتَيْنِ بِالْحَقِّ

“Muncul khawarij tatkala perpecahan diantara kaum muslimin, mereka dibunuh oleh salah satu dari dua kelompok kaum muslimin yang lebih utama kepada kebenaran”

Maksud Nabi yaitu Khawarij muncul tatkala terjadi perpecahan diantara dua kelompok, yaitu kelompok Ali dan kelompok Mu’awiyah, lalu khawarij diperangi dan dibunuh oleh kelompok Ali, yang merupakan kelompok yang lebih mendekati kebenaran dari pada kelompok Mu’awiyah.

Kedua : Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat yang lain

يَكُوْنُ فِي أُمَّتِي فِرْقَتَانِ فَيَخْرُجُ مِنْ بَيْنِهِمَا طَائِفَةٌ مَارِقَةٌ يَلِي قَتْلَهُمْ أَوْلاَهُمْ بِالْحَقِّ

“Akan ada di umatku dua kelompok, maka keluarlah diantara kedua kelompok tersebut sebuah kelompok khawarij, dan mereka akan diperangi oleh kelompok yang lebih utama kepada kebenaran”

Ketiga : Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat yang lain

يَخْرُجُوْنَ فِي فُرْقَةٍ مِنَ النَّاسِ يَقْتُلُهُمْ أَدْنَى الطَّائِفَتَيْنِ إِلَى الْحَقِّ

“Mereka (khawarij) keluar pada saat perpecahan di antara manusia, dan mereka dibunuh oleh salah satu dari dua kelompok yang lebih dekat kepada kebenaran”

(Silahkan ketiga riwayat di atas, dan juga dua riwayat yang lainnya di Fathul Baari 12/295)

Dari sini kita tahu bahwasanya maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits di atas adalah khawarij yang muncul di zaman Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu.

bersambung…

 

Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja

Sumber : http://www.firanda.com

Membongkar Koleksi Dusta Syaikh Idahram 5 – SALAFI WAHABI = KHAWARIJ??!!

BAB KETIGA
SALAFI WAHABI = KHAWARIJ??!!
Tatkala kaum yang hasad kepada kelompok Salafy Wahabi sudah kehabisan hujah dan dalil untuk menjawab bantahan-bantahan kaum Wahabi yang membongkar kedok kesesatan mereka, maka kaum yang hasad ini tidak putus asa. Masih ada senjata yang bisa mereka gunakan untuk menjatuhkan kaum wahabi… yaitu DUSTA !!!!., Hasad di dada mereka membuahkan penghasutan dan provokasi masyarakat umum yang tidak mengerti akan hakekat dakwah Salafi Wahabi.

Sudah terlalu banyak kedustaan yang saya temukan pada kaum yang hasad kepada wahabi sebagaimana yang telah kami paparkan dalam dua buku kami (“Ketika Sang Habib Dikritik”, dan “Ketinggian Allah di atas makhluknya” yang merupakan bantahan kepada sang pendusta Abu Salafy).

Demikian pula tatkala muncul dan melejitnya buku yang berjudul “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, Mereka membunuh semuanya termasuk para ulama”….ternyata tidak ada dalil yang bisa ia paparkan kecuali DUSTA.

Judul buku yang sangat provokatif ini mengesankan bahwa kaum Salafi Wahabi adalah kaum yang bengis dan haus darah, hobi membunuh…., semua orang mereka bunuh bahkan para ulama !!!!.

Untuk membenarkan dan melegalisasikan kesan dusta ini maka sang penulis –Syaikh Idahram- berusaha mencap kaum salafi wahabi sebagai kaum khawarij yang terkenal bengis. Bahkan ia dengan nekat memvonis hadits-hadits tentang khawarij kepada kaum salafi wahabi.

Seseorang yang berpikiran jernih sedikit saja, tentunya dengan serta-merta akan mengetahui kedustaan yang bodoh ini…

Kerajaan Arab Saudi –yang merupakan gudang dan markaz kaum salafi wahabi-, apakah benar Kerajaan Arab Saudi sedemikian bengisnya … suka menumpahkan darah??, suka membunuh bahkan membunuh para ulama??!!. Apakah jika ada orang yang menyelisihi Kerajaan Arab Saudi serta-merta langsung dibunuh???, apakah Kerajaan Arab Saudi hobi menumpahkan darah jama’ah haji??!!

Ataukah sebaliknya…terlalu banyak sumbangsih Kerajaan Arab Saudi terhadap kaum muslimin di penjuru dunia…., diantaranya pelayanan jema’ah haji dari seantero dunia dengan berbagai madzhab dan aqidah yang mereka bawa…, semuanya dilayani oleh Kerajaan Arab Saudi, tatkala terjadi bencana alam di tanah air kita…?, bahkan di negeri-negeri islam..??

HAKEKAT KHAWARIJ

Khawarij…. Suatu sekte sesat yang menggambarkan momok yang haus darah, hobi menumpahkan darah kaum muslimin. Apakah hakekat sekte sesat ini???!!. Benarkah Kaum Salafi Wahabi adalah kaum khawarij yang haus darah kaum muslimin??!!.

Para ulama yang menulis khusus tentang firqoh-firqoh Islam telah menyebutkan secara specifik tentang aqidah Khawarij.

Abul Hasan Al-‘As’ari (wafat 330 H) berkata

“Tentang perkara yang mengumpulkan kelompok-kelompok khawarij:

Kelompok-kelompok Khawarij bersepakat dalam hal pengkafiran Ali bin Abi Thoolib rahdiallahu ‘anhu karena beliau menyerahkan hukum (*kepada dua hakim-pen), dan mereka (kelompok-kelompok khawarij) berselisih apakah kekufurannya tersebut merupakan kesyirikan ataukah bukan?

Dan mereka bersepakat bahwa seluruh dosa besar merupakan kekufuran, kecuali kelompok An-Najdaat (*salah satu firqoh dari pecahan firqoh-firqoh khawarij, yaitu merupakan pengikut seseorang yang bernama Najdah bin ‘Aamir-pen) karena kelompok An-Najdaat tidak mengatakan demikian.

Dan mereka bersepakat bahwasanya Allah ta’ala meng’adzab para pelaku dosa besar yang abadi, kecuali kelompok An-Najdaat, para pengikut Najdah (*bin ‘Amir)” (Maqoolaat Al-Islaamiyiin wa ikhtilaaf al-Musholliin 1/167-168, cetakan Al-Maktabah al-‘Ashriyah Beirut)

Abdul Qoohir Al-Baghdaadi (wafat 429 H) berkata :

“Para ulama telah berselisih tentang perkara apakah yang mengumpulkan (disepakati) oleh kelompok-kelompok khawarij yang beraneka ragam sekte-sektenya. Al-Ka’biy dalam kitab maqolaat nya menyebutkan bahwa yang mengumpulkan seluruh sekte-sekte khawarij adalah : Mengkafirkan Ali, Utsman, dan dua Hakim, para peserta perang jamal dan seluruh yang ridho dengan penyerahan hukum kepada dua hakim, dan juga pengkafiran karena pelanggaran dosa, dan wajibnya khuruuj (memberontak) kepada pemimpin yang dzalim“.

Syaikh kami Abul Hasan Al-Asy’ari berkata : Yang mengumpulkan mereka adalah pengkafiran Ali, Utsman, para peserta perang Jamal, dan hakim, dan siapa saja yang ridho terhadap penyerahan hukum kepada dua hakim, atau membenarkan kedua hakim tersebut atau salah satu dari keduanya, dan memberontak kepada penguasa yang dzalim

Yang benar adalah yang disebutkan oleh Syaikh kami Abul Hasan Al-Asy’ari dari mereka (khawarij). Al-Ka’biy telah keliru tatkala menyebutkan bahwa kahwarij bersepakat akan kafirnya pelaku dosa, karena sekte Khawarij An-Najdaat tidak mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa dari orang-orang yang sepakat dengan mereka”  (Al-Farqu baina Al-Firoq hal 73, cetakan Maktabah Muhammad Ali Subaih, Mesir)

Ibnu Hazm (wafat 456 H) berkata :

Barangsiapa yang sepakat dengan khawarij dalam hal mengingkari penyerahan hukum (*kepada dua hakim), dan pengkafiran para pelaku dosa besar, serta pendapat memberontak kepada para penguasa yang dzalim, dan para pelaku dosa besar kekal di neraka, para penguasa boleh saja dari selain quraisy maka dia adalah khawarij, meskipun ia menyelishi khawarij pada perkara-perkara yang lain yang diperselisihkan oleh kaum muslimin. Dan jika ia menyelisihi mereka pada perkara-perkara yang kami sebutkan maka ia bukanlah khawarij” (Al-Fisol fi al-Milal wa al-Ahwaa’ wa an-Nihal, tahqiq DR Abdurrohim ‘Umairoh, Daar Al-Jail, Beiruut, 2/270)

As-Syahristaani (wafat 548 H) berkata:

Siapa yang memberontak kepada penguasa yang sah yang telah disepakati oleh jama’ah maka dinamakan khariji, sama saja apakah bentuk pemberontakan tersebut di zaman para sahabat, yaitu memberontak kepada para khulafaa rasyidin, atau pemberontakan terjadi setelah itu, yaitu memberontak kepada para tabi’in yang mengikuti para sahabat dengan baik, dan juga memberontak kepada para penguasa di sepanjang zaman….

Dan Wa’iidiyah termasuk dalam khawarij, dan merekalah yang menyatakan kafirnya pelaku dosa besar dan kekal di neraka” (Al-Milal wa An-Nihal 1/132, Daar Al-Ma’rifah, Beiruut, Libanon, cetakan ke-3)
Kesimpulan

Dari perjelasan di atas dari para ulama ahli sekte-sekte Khawarij maka dapat diketahui ada beberapa aqidah khusus yang merupakan ciri khas sekte-sekte khawarij dan disepakati oleh seluruh sekte-sekte khawarij. Aqidah-aqidah tersebut adalah :

Pertama : Mengkafirkan Ali dan dua hakim (yaitu Abu Musa Al-‘Asy’ari dan ‘Amr bin Al-‘Aash) radhialahu ‘anhum

Kedua : Mengkafirkan para pelaku dosa besar (kecuali sekte An-Najdaat tidak berpendapat demikian)

Ketiga : Mewajibkan memberontak kepada penguasa yang dzalim.

Inilah aqidah khusus yang disepakati oleh seluruh sekte-sekte khawarij. Dan tiga aqidah inilah yang telah dilakukan oleh khawarij yang muncul pertama kali di zaman Ali bin Abi Tholib, (1) mereka telah mengkafirkan Ali bin Abi Tholib serta sebagian sahabat, dan (2) alasan mereka mengkafirkan karena mereka menganggap Ali bin Abi Tholib telah terjerumus dalam dosa besar yaitu berhukum kepada selain Allah (karena Ali menyerahkan hukum kepada dua hakim), dan barang siapa yang terjerumus dalam dosa besar menjadi kafir menurut mereka, (3) sehingga jadilah mereka memberontak kepada pemerintahan Ali bin Abi Tholib.

Dan sebagaimana pernyataan Ibnu Hazm rahimahullah bahwasanya barangsiapa yang memiliki aqidah ini (sepakat dengan khawarij dalam aqidah ini) meskipun ia menyelisihi khawarij dalam hal-hal yang lain maka ia adalah seorang khawarij. Adapun jika ia menyelisihi aqidah-aqidah khusus khawarij ini maka ia bukanlah khawarij sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Hazm di atas.

Kesimpulan tentang 3 aqidah sekte khawarij ini ternyata disepakati oleh DR Sa’id Aqil Siraj, beliau berkata di hal 13-15,

“Dari kelompok yang membunuh Khalifah Ali inilah lahir kelompok yang disebut Khawarij. Kelompok ini memiliki prinsip (*1) orang yang melakukan dosa besar satu kali dianggap kafir. Jadi, (*2) Ali, Mu’awiyah, ‘Amr bin Al-‘Aash, Aisyah, Thalhah, Zubair dan sahabat Nabi Saw. lainnya yang terlibat dalam perang saudara (Jamal dan Shifin) yang membunuh sesama muslim dianggap kafir. Kelompok ini berkembang menjadi (*3) oposisi pemerintah sepanjang masa

Lantas dengan meninjau kesimpulan di atas, maka marilah kita renungkan tentang kelompk Salafy Wahabi…, apakah mereka beraqidah sebagaimana aqidah sekte khawarij sebagaimana yang dituduhkan oleh Idahram dan didukung oleh DR Said Aqil Siraj???, Apakah kaum salafy wahabi beraqidah dengan salah satu dari ketiga aqidah khawarij di atas??,

–     Apakah kaum salafy wahabi mengkafirkan Ali, Mu’awiyah, Aisyah, ‘Amr bin Al-‘Aash, dan para sahabat yang ikut serta dalam perang jamal dan shifin??. Ataukah mereka yang justru mejunjung tinggi para sahabat tersebut, dan membela mereka habis-habisan, terutama sahabat Mu’awiyah dan Ummul Mukminin Aisyah yang telah dikafirkan oleh kaum sekte sesat Syia’h ??!

–   Apakah kaum salafi wahabi mengkafirkan seorang muslim hanya dikarenakan satu dosa besar yang dilakukan olehnya??!!, ataukah justru kaum salafy wahabi yang getol membantah pemahaman takfiriyin yang hobi mengkafirkan pemerintah??. Apakah pernah didapati kaum salafy wahabi yang mengkafirkan orang yang berzina?, atau mencuri?, atau membunuh orang lain??!!!. Kalaupun kaum salafy wahabi mengkafirkan maka yang mereka kafirkan adalah orang yang telah dinyatakan kafir oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, itupun setelah ditegakkan hujjah dan penjelasan kepadanya.

–    Apakah kaum salafy wahabi menyerukan untuk memberontak kepada pemerintah??!. Ataukah justru kaum salafy wahabi yang senantiasa menyeru untuk taat kepada pemerintah ???. Barang siapa yang mengikuti kajian-kajian yang disampaikan oleh para dai salafy maka ia akan paham bahwasanya kaum salafy sangat memerangi sikap oposisi kepada pemerintah !!!!

Vonis Nekat dan Membabi Buta dari Idahram !!

Untuk menggolkan tuduhan dustanya terhadap Salafi Wahabi –bahwasanya kaum wahabi adalah kaum yang haus darah dan hobi menumpahkan darah kaum muslimin-, maka Syaikh Idahram berusaha –sekuat tenaga- untuk mengklaim bahwa Salafi Wahabi adalah Khawarij !!!

Bahkan Idahram nekat untuk memastikan dan memvonis bahwa kaum khawarij yang disebutkan oleh Nabi shallallahu alaihai wa sallam dalam hadits-hadits yang banyak adalah mereka kaum Salafi Wahabi.

Syaikh Idahram membuat sebuah pembahasan yang beliau beri judul :

Hadis-Hadis Rasulullah Saw tentang Salafi Wahabi“, kemudian Syaikh Idahram berkata :

“Diantara tanda-tanda kebenaran akan kenabian Rasulullah Saw adalah berita-berita gaib tentang masa depan, yang Allah Swt bukakan untuk beliau. Oleh karena itu, kita mendapati ayat-ayat Al-Qur’an penuh dengan kebenaran informasi itu, baik yang diberitakan secara rinci maupun secara umum. Begitu juga dengan hadis-hadis Nabi Saw, tidak lepas dari informasi-informasi gaib semacam itu.
Istimewanya lagi, hadis-hadis terkait salafi Wahabi ini bukanlah hadis-hadis Ahad, melainkan hadis-hadis Mutawatir yang diriwayatkan oleh kumpulan banyak sahabat Nabi Saw yang jujur dan terpercaya, kepada kumpulan banyak sahabat lain atau tabi’in atau orang-orang setelahnya. Artinya, tidak ada celah bagi kebohongan massal terkait hadis-hadis tersebut karena begitu banyaknya perawi yang meriwayatkannya…..

Terlebih lagi-sebagai salah satu indikasi lain akan kebenaran hadis-hadis tentang Salafi Wahabi ini-, hadis-hadis tersebut ditulis pada abad ke-2 dan ke-3 Hijriyah, yang mana pada zaman itu masa depan umat manusia tidak ada yang mengetahui dan tidak bisa diprediksi sama sekali. Bahkan pada saat itu leluhur dan nenek moyang ke-10 Muhammad ibnu Abdul Wahab (pendiri Salafi Wahabi) belum dilahirkan. Sehingga sangat mustahil jika hadis-hadis tersebut ditulis secara sengaja berdasarkan pengetahuan mereka tentang Salafi Wahabi, yang baru muncul 1200 tahun kemudian, yaitu di abad 18 Masehi/12 Hijriyah”

(Demikian perkataan Syaikh Idahram dalam bukunya hal 139-140). Kemudian beliaupun menyebutkan hadits-hadits tentang firqoh Khawarij, yang seluruh hadits-hadits tersebut ditujukan oleh Nabi kepada kaum Salafi Wahabi –sebagai vonis Syaikh Idahram-.

Diantara pendukung paham Idahram adalah DR Aqil Siraj yang memuji buku karya Idahram ini. Akan tetapi DR Said Aqil Siraj –tidaklah nekat seperti Idahram dalam memvonis-, beliau tidak memvonis kaum salafi wahabi sebagai kaum khawarij, meskipun beliau tetap menuduh adanya kesamaan antara sekte khawarij dengan kaum salafi wahabi. Beliau berkata :

“Diantara kesimpulannya adalahSalafi Wahabi bukanlah Khawarij. Karena Khawarij muncul pada tahun ke 37 Hijriyah di awal perkembangan Islam, sedangkan Salafi Wahabi baru hadir di abad-18 Masehi, atau 1200 tahun setelah masa Rasulullah Saw. yang ditandai dengan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab (w.1206 H/1792 M). Namun demikian, ada beberapa sisi kesamaan”

(Demikianlah tutur beliau sebagai kata pengantar emas terhadap buku Berdarah Sekte Salafi Wahabi karya Syaikh Idahram hal 16)

Hadits-hadits yang dijadikan dalil oleh Idahram bahwasanya Khawarij yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum Salafy Wahabi

Idahram berkata,

((“Adapun hadits-hadits Nabi Saw. yang terkait dengan Salafy Wahabi dan memliki banyak kesamaan dengan ciri-ciri dan sifat-sifat yang ada pada mereka, diantaranya adalah :

1.Waktu Kemunculan Mereka adalah “di Akhir Zaman”

سَيَخْرُجُ قَوْمٌ فِي آخِرِ الزَّمَانِ أَحْدَاثُ الأَسْنَانِ سُفَهَاءِ الأَحْلاَمِ يَقُوْلُوْنَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ لاَ يُجَاوِزُ إِيْمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ فَأَيْنَمَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Di akhir zaman nanti akan keluar segolongan kaum yang muda usianya, bodoh cara berpikirnya, mereka berbicara dengan sabda Rasulullah, namun iman mereka tidak sampai melewati kerongkongan. Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus keluar dari (badan) binatang buruannya. Apabila kamu bertemu dengan mereka maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat” (HR Al-Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, Nasa’i dan lainnya)

يَأْتِي فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ حُدَثَاءُ الأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الأَحْلاَمِ يَقُوْلُوْنَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الإِسْلاَمِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لاَ يُجَاوِزُ إِيْمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ فَأَيْنَمَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ فَإِنَّ قَتْلَهُمْ أَجْرٌ لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Akan datang di akhir zaman suatu kaum yang muda usianya, bodoh cara berpikirnya dan berbicara dengan sabda Rasulullah. Mereka keluar dari Islam seperti anak panah tembus keluar dari badan binatang buruannya. Iman mereka tidak sampai melewati tenggorokannya. Maka apabila kamu bertemu dengan mereka bunuhlah, karena membunuh mereka mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat’ (HR Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya)

Dari hadits di atas bisa kita ambil beberapa poin tentang kaum tersebut, yaitu:

a.      Waktu kemunculannya ada “di akhir zaman”

Ini berarti keberadaan mereka tidak dekat dengan zaman Rasulullah Saw., alias jauh. Lebih jelasnya, kaum/golongan yang dimaksud dalam hadis ini bukan kaum khawarij ataupun kaum yang mengikuti Musailamah Al-Kadzdzab. Sebab, kehadiran golongan khawarij ini masih di zaman sahabat Nabi Saw., tepatnya di masa Khalifah Rasyidah ke-4, Imam Ali ibnu Abi Thalib, yakni pada bulan safar tahun 37H. Begitu pula Musailamah al-Kadzdzab yang telah muncul bahkan pada masa Nabi masih hidup.

Oleh karena itu, bisa dibenarkan bila Salafi Wahabi masuk dalam kategori yang disitir oleh hadis di atas. Sebab ajaran Salafi Wahabi baru muncul pada abad-18 Masehi, atau 1200 tahun setelah masa Rasulullah Saw. Pendiri Salafy Wahabi, Muhammad bin Abdil Wahhab, pun baru wafat pada tahun 1206 Hijriah/1792 Masehi.”))

demikian pernyataan Idahram.

Bantahan terhadap igauan Idahram ini dari beberapa sisi;

PERTAMA :  Kontradiksi Idahram dan DR Said Aqil Sirooj

Idahram nekat memvonis bahwa yang dimakasud oleh Nabi dengan khawarij adalah kaum Salafi Wahabi. Ternyata hal ini bertentangan dengan pernyataan DR Said Aqil Sirooj yang berkata, :

“Diantara kesimpulannya adalahSalafi Wahabi bukanlah Khawarij. Karena Khawarij muncul pada tahun ke 37 Hijriyah di awal perkembangan Islam, sedangkan Salafi Wahabi baru hadir di abad-18 Masehi, atau 1200 tahun setelah masa Rasulullah Saw. yang ditandai dengan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab (w.1206 H/1792 M). Namun demikian, ada beberapa sisi kesamaan”

Lantas mana yang kita benarkan?, kesimpulan Idahram ataukah Sang Doktor??. Meskipun hingga saat ini kebingungan masih berkecamuk di benak saya, kok bisa sang Doktor memberi pengantar kepada buku Idahram yang banyak berisi kedustaan??, terlebih lagi kesimpulan sang Doktor bertentangan dengan kesimpulan Idahram??!!.

KEDUA : Perhatikanlah pendalilan DR Said Aqil Siroj yang menjadikan beliau berkesimpulan bahwa Salafy bukanlah Khawarij !!!, beliau berkata, “Karena Khawarij muncul pada tahun ke 37 Hijriyah di awal perkembangan Islam, sedangkan Salafi Wahabi baru hadir di abad-18 Masehi, atau 1200 tahun setelah masa Rasulullah Saw. yang ditandai dengan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab (w.1206 H/1792 M)”.

Ternyata DR Said tidak memahami makna “Akhir Zaman”, sebagaimana yang dipahami oleh idahram !!

KETIGA :  Igauan idahram ini menyelisihi pemahaman para sahabat yang meriwayatkan hadits-hadits tentang khawarij, seperti Ali bin Tholib, Sahl bin Hunaif dan Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhum. Tentunya para sahabat yang meriwayatkan hadits-hadits tentang khawarij lebih paham tentang maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari pada Idahram yang hanya bisa mengigau.

Sesungguhnya hadits-hadits yang mengabarkan bahwa khawarij akan muncul di akhir zaman diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thoolib radhiallahu ‘anhu.

عن سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ قَالَ أَخْبَرَنِى زَيْدُ بْنُ وَهْبٍ الْجُهَنِىُّ : أَنَّهُ كَانَ فِى الْجَيْشِ الَّذِينَ كَانُوا مَعَ عَلِىٍّ رضي الله عنه الَّذِينَ سَارُوا إِلَى الْخَوَارِجِ فَقَالَ عَلِىٌّ رضي الله عنه : أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ : « يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِى يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْئ وَلاَ صَلاَتُكُمْ إِلَى صَلاَتِهِمْ بِشَيْئ وَلاَ صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ بِشَيْئ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسَبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمْ  تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الإِسْلاَمِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لَوْ يَعْلَمُ الْجَيْشُ الَّذِينَ يُصِيبُونَهُمْ مَا قُضِىَ لَهُمْ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِمْ -صلى الله عليه وسلم- لاَتَّكَلُوا عن الْعَمَلِ وَآيَةُ ذَلِكَ أَنَّ فِيهِمْ رَجُلاً لَهُ عَضُدٌ وَلَيْسَ لَهُ ذِرَاعٌ عَلَى رأس عَضُدِهِ مِثْلُ حَلَمَةِ الثَّدْىِ عَلَيْهِ شَعَرَاتٌ بِيضٌ ». أَفَتَذْهَبُونَ إِلَى مُعَاوِيَةَ وَأَهْلِ الشَّامِ وَتَتْرُكُونَ هَؤُلاَءِ يَخْلُفُونَكُمْ فِى ذَرَارِيِّكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَاللَّهِ إِنِّى لأَرْجُو أَنْ يَكُونُوا هَؤُلاَءِ الْقَوْمَ فَإِنَّهُمْ قَدْ سَفَكُوا الدَّمَ الْحَرَامَ وَأَغَارُوا فِى سَرْحِ النَّاسِ فَسِيرُوا عَلَى اسْمِ اللَّهِ. قَالَ : سَلَمَةُ بْنُ كُهَيْلٍ : فَنَزَّلَنِى زَيْدُ بْنُ وَهْبٍ مَنْزِلاً مَنْزِلاً حَتَّى مَرَّ بِنَا عَلَى قَنْطَرَةٍ قَالَ فَلَمَّا الْتَقَيْنَا وَعَلَى الْخَوَارِجِ يومئذ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ الرَّاسِبِىُّ فَقَالَ لَهُمْ : أَلْقُوا الرِّمَاحَ وَسُلُّوا السُّيُوفَ مِنْ جُفُونِهَا فَإِنِّى أَخَافُ أَنْ يُنَاشِدُوكُمْ كَمَا نَاشَدُوكُمْ يَوْمَ حَرُورَاءَ قَالَ : فَوَحَّشُوا بِرِمَاحِهِمْ وَاسْتَلُّوا السُّيُوفَ وَشَجَرَهُمُ النَّاسُ بِرِمَاحِهِمْ – قَالَ – وَقَتَلُوا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضِهِمْ . قَالَ : وَمَا أُصِيبَ مِنَ النَّاسِ يَوْمَئِذٍ إِلاَّ رَجُلاَنِ فَقَالَ عَلِىٌّ عَلَيْهِ رضي الله عنه : الْتَمِسُوا فِيهِمُ الْمُخْدَجَ فَلَمْ يَجِدُوا قَالَ : فَقَامَ عَلِىٌّ رضى الله عنه بِنَفْسِهِ حَتَّى أَتَى نَاسًا قَدْ قُتِلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ فَقَالَ : أَخِّرُوهُمْ فَوَجَدُوهُ مِمَّا يَلِى الأَرْضَ فَكَبَّرَ ثم قَالَ : صَدَقَ اللَّهُ وَبَلَّغَ رَسُولُهُ. فَقَامَ إِلَيْهِ عَبِيدَةُ السَّلْمَانِىُّ فَقَالَ : يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ وَاللَّهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ لَقَدْ سَمِعْتَ هَذَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ : إِى وَاللَّهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ حَتَّى اسْتَحْلَفَهُ ثَلاَثًا وَهُوَ يَحْلِفُ.

“Dari Salamah bin Kuhail berkata, Telah mengabarkan kepadaku Zaid bin Wahb Al-Juhani bahwasanya ia termasuk pasukan yang bersama Ali bin Abi Tholib yang pasukan tersebut berjalan menuju khawarij. Maka Ali radhiallahu ‘anhu berkakata, “Wahai pasukan, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : ((akan keluar suatu kaum dari umatku mereka membaca Al-Qur’an, bacaan Al-Qur’an kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan bacaan Al-Qur’an mereka, demikian pula sholat kalian dibandingkan sholat mereka, juga puasa kalian dibandingkan puasa mereka. Mereka membaca Al-Qur’an, mereka menyangka bahwasanya al-Qur’an membela mereka, padahal al-Qur’an membantah mereka. Sholat mereka tidak melebihi kerongkongan mereka, mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah (tembus) keluar dari (badan) binatang buruannya. Jika seandainya pasukan yang memerangi mereka mengetahui pahala yang dijanjikan bagi mereka melalui lisan Nabi mereka shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sungguh mereka akan mencukupkan bersandar kepada pahala tersebut dari amalan (sholeh yang lain).  Dan tandanya yaitu diantara mereka (khawarij) ada seseorang lelaki (buntung) hanya memiliki lengan atas tanpa lengan bawah, dan di ujung lengan atasnya ada seperti puting buah dada, padanya beberapa helai rambut putih))

Maka apakah kalian pergi menuju Mu’awiyah dan penduduk Syam lantas kalian meninggalkan mereka ini?, Mereka akan merampas keturunan kalian dan membunuh mereka serta merampas dan merusak harta kalian. Demi Allah aku sungguh benar-benar berharap jika mereka ini adalah kaum khawarij, karena mereka telah menumpahkan darah yang haram, mereka telah menyerang dan merusak hewan-hewan ternak masyarakat, maka berjalanlah kalian di atas nama Allah.

Salamah bin Kuhail berkata, “Maka Zaid bin Wahb menurunkan aku di tempat demi tempat, hingga akhirnya kami melewati sebuah jembatan (*yaitu sekitar lokasi peperangan pasukan Ali dan khawarij), ia berkata :

Tatkala kami bertemu khawarij, dan tatkala itu khawarij dipimpin oleh Abdul Wahhab Ar-Roosibi, maka Alipun berkata kepada pasukannya, “Lemparkanlah tombak-tombak kalian, keluarkanlah pedang-pedang kalian dari sarungnya, karena sesungguhnya aku khawatir mereka akan meminta perdamaian sebagaimana mereka meminta damai tatkala peristiwa Haruuroo’ !!”. Maka merekapun melemparkan tombak-tombak mereka dari jauh dan terbentangkanlah pedang-pedang mereka, dan pasukan Ali pun menikam mereka (khawarij) dengan tombak-tombak mereka. Akhirnya mereka membunuh khawarij hingga mayat mereka bertumpukan. Tidak ada dari pasukan Ali yang terluka kecuali hanya dua orang. Maka Ali berkata, “Carilah si cacat (*yaitu lelaki buntung) !!”. Akan tetapi mereka tidak menemukannya. Maka Alipun lalu mencari sendiri, hingga akhirnya ia mendatangi mayat-mayat (khawarij) yang bertumpukan, lalu ia berkata, “Pindahkan mereka !”. Merekapun mendapati si cacat tersebut tergeletak di tanah, maka Ali pun bertakbir dan berkata, “Sungguh maha benar Allah, dan Rasul Nya telah menyampaikan.” Maka ‘Ubaidah As-Salmani mendatangi Ali lalu berkata, “Wahai amirul mukminin, demi Allah Dzat yang tidak ada sesembahan melainkan Dia, apakah engkau telah mendengar ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Ali berkata, “iya, Demi Allah Dzat yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia”, sampai ‘Abidah meminta sumpah kepada Ali sebanyak tiga kali dan Ali pun bersumpah sebanyak tiga kali” (HR Muslim no 1066)

Kisah di atas jelas menunjukkan bahwa Ali bin Abi Tholib yang meriwayatkan hadits-hadits tentang khawarij, yang telah meriwayatkan hadits bahwa khawarij muncul di akhir zaman, beliau telah memahami bahwa maksud Nabi dengan kaum khawarij adalah kaum yang diperangi oleh Ali bin Abi Tholib. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan tentang ciri-ciri kaum khawarij yang dianjurkan untuk diperangi dan diberi ganjaran yang besar, yaitu diantara pasukan khawarij ada seorang yang cacat yaitu buntung tangannya.

Karenanya Ali bin Tholib tidak memberikan kesempatan kepada kaum khawarij untuk meminta perdamaian, akan tetapi beliau langsung memerintahkan pasukannya menyerang dari arah jauh agar beliau dan pasukannya mendapatkan ganjaran besar yang dijanjikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Igauan Idahram ini juga menyelisihi pemahaman sahabat Sahl bin Hunaif yang meriwayatkan hadits tentang Khawarij.

عَنْ يُسَيْرِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ دَخَلْتُ عَلَى سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ فَقُلْتُ حَدِّثْنِي مَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي الْحَرُورِيَّةِ قَالَ أُحَدِّثُكَ مَا سَمِعْتُ لَا أَزِيدُكَ عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ قَوْمًا يَخْرُجُونَ مِنْ هَاهُنَا وَأَشَارَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْعِرَاقِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ قُلْتُ هَلْ ذَكَرَ لَهُمْ عَلَامَةً قَالَ هَذَا مَا سَمِعْتُ لَا أَزِيدُكَ عَلَيْهِ

Dari Yusair bin ‘Amr  berkata, “Aku menemui Sahl bin Hunaif (radhiallahu ‘anhu) lalu aku berkata, “Sampaikanlah kepadaku hadits yang engkau dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Haruriyah“. Sahl berkata, Aku akan menyampaikan kepada engkau hadits yang aku dengar dan aku tidak akan menambah-nambahi. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut suatu kaum yang keluar dari arah sini -dan Nabi mengisyaratkan tangannya ke arah Iraq- mereka membaca Al-Qur’an akan tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah tembus dari badan hewan buruannya”.

Aku (yaitu Yusair bin ‘Amr) berkata, “Apakah Nabi menyebutkan suatu tanda tentang mereka?”, Sahl berkata, “Ini yang aku dengar, aku tidak menambah-nambahinya” (HR Ahmad no 15977)

Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata :

وفي هذا أن سهل بن حنيف صرَّح بأن الحرورية هم المراد بالقوم المذكورين في أحاديث هذين البابين

“Dan dalam hadits ini menunjukkan bahwasanya Sahl bin Hunaif (radhiallahu ‘anhu) menegaskan bahwasanya Al-Haruriyah (*yaitu khawarij yang memberontak kepada Ali bin Abi Tholib) merekalah yang dimaksud dengan kaum yang disebutkan dalam hadits-hadits pada dua bab ini” (Fathul Baari 12/302), Maksud Ibnu Hajar yaitu hadits-hadits tentang khawarij yang dibawakan oleh Imam Al-Bukhari dalam shahihnya dalam dua bab, yaitu bab قَتْلُ الْخَوَارِجِ وَالْمُلْحِدِيْنَ “Membunuh kaum khawarij dan kaum  mulhid” dan bab مَنْ تَرَكَ قِتَالَ الْخَوَارِجِ لِلتَّأْلِيْفِ “Orang yang tidak memerangi khawarij untuk mengambil hati”

Ibnu Hajar juga menyatakan bahwa Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu juga menyatakan bahwa kaum khawarij yang dimaksudkan oleh Nabi dalam hadits-haditsnya adalah khawarij haruriyah yang memberontak kepada Ali bin Abi Tholib. (lihat Fathul Baari 12/302)

KEEMPAT : Para ulama yang menjelaskan tentang makna sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kemunculan khawarij “Di akhir zaman” sepakat bahwa yang dimaksud oleh Nabi adalah khawarij yang muncul di zaman Ali bin Abi Thoolib. Karenanya Ibnu Hajar –salah seorang ulama besar madzhab Syafii- berkata:

“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ((Akan keluar sebuah kaum di akhir zaman)), demikianlah lafal dalam riwayat ini, dan juga dalam lafal hadits Abu Barzah di sunan An-Nasaai ((Keluar suatu kaum di akhir zaman)), dan hal ini bisa jadi menyelisihi hadits (yang diriwayatkan oleh) Abu Sa’iid Al-Khudri yang disebutkan dalam bab ini dan bab setelahnya, karena konsekuensi dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri bahwasanya kahwarij muncul di masa khilafah Ali bin Abi Thhloib. Dan demikian juga mayoritas hadits-hadits yang datang yang menjelaskan tentang perkara khawarij.

Ibnu At-Tiin menjawab akan hal ini bahwasanya yang dimaksud dengan “zaman” di sini adalah zaman para sahabat. Akan tetapi jawaban beliau ini ada kritikan. Karena akhir zaman para sahabat Nabi adalah pada awal tahun 100 Hijriyah, padahal kaum khawarij telah muncul lebih dari 60 tahun sebelum itu (*karena khawarij diperangi oleh Ali sekitar tahun 37 H-pen). Dan memungkinkan untuk dikompromikan bahwa yang dimaksud dengan “akhir zaman” adalah “zaman khilafah nubuwwah”. Karena hadits Safinah yang dikeluarkan dalam kitab-kitab sunan dan juga shahih Ibnu Hibbaan dan yang lainnya secara marfu’ (Nabi bersabda) :

“Khilafah setelahku selama 30 tahun, setelah itu jadilah kerajaan”

Dan kisah khawarij dan peperangan mereka di Nahrowan terjadi di akhir-akhir masa kekhilafahan Ali yaitu 28 tahun setelah wafatnya Nabi, yaitu 30 tahun dikurangi 2 tahun” (Fathul Baari 12/287)

Ibnu Hajar telah menjelaskan bahwasanya para ulama tidak berselisih tentang bahwa yang dimaksud oleh Nabi dengan kaum khawarij yang akan muncul di akhir zaman adalah kaum khawarij yang diperangi oleh Ali bin Abi Tholib, sehingga akhirnya mereka menafsirkan lafal “Akhir zaman” yaitu zamannya para sahabat atau zaman khilafah nubuwwah.

Adapun hadits Abu Sa’id Al-Khudri yang dimaskud oleh Ibnu Hajar adalah sebagai berikut :

أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْسِمُ قِسْمًا، أَتَاهُ ذُو الخُوَيْصِرَةِ، وَهُوَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ، فَقَالَ: «وَيْلَكَ، وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ، قَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ». فَقَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ائْذَنْ لِي فِيهِ فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ؟ فَقَالَ: «دَعْهُ، فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلاَتَهُ مَعَ صَلاَتِهِمْ، وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ، يَقْرَءُونَ القُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، يُنْظَرُ إِلَى نَصْلِهِ فَلاَ يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ، ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى رِصَافِهِ فَمَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ، ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى نَضِيِّهِ، – وَهُوَ قِدْحُهُ -، فَلاَ يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ، ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى قُذَذِهِ فَلاَ يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ، قَدْ سَبَقَ الفَرْثَ وَالدَّمَ، آيَتُهُمْ رَجُلٌ أَسْوَدُ، إِحْدَى عَضُدَيْهِ مِثْلُ ثَدْيِ المَرْأَةِ، أَوْ مِثْلُ البَضْعَةِ تَدَرْدَرُ، وَيَخْرُجُونَ عَلَى حِينِ فُرْقَةٍ مِنَ النَّاسِ» قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: فَأَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ هَذَا الحَدِيثَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ قَاتَلَهُمْ وَأَنَا مَعَهُ، فَأَمَرَ بِذَلِكَ الرَّجُلِ فَالْتُمِسَ فَأُتِيَ بِهِ، حَتَّى نَظَرْتُ إِلَيْهِ عَلَى نَعْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي نَعَتَهُ

Bahwaasanya Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu berkata :

“Tatkala kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang membagi pembagian, datanglah Dzul Khuwaishiroh, dan ia adalah seseorang dari Bani Tamim, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, berbuat adil-lah engkau!”. Nabi berkata, “Celaka engkau, siapa lagi yang adil jika aku tidak adil, sungguh engkau telah merugi jika aku tidak adil”. Lalu Umar berkata, “Wahai Rasulullah izinkanlah aku untuk memenggal kepalanya?”. Rasulullah berkata, ((Biarkanlah dia, karena sesungguhnya ia memiliki sahabat (*para pengikutnya)  yang salah seorang dari kalian akan menyepelekan sholatnya dibandingkan sholat mereka, puasanya dibandingkan puasa mereka. Mereka membaca Al-Qur’an akan tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah (menembus badan) hewan buruan. Dilihat kepada besi anak panah maka tidak didapatkan apapun (*baik daging maupun darah binatang buruan-pen), kemudian di lihat di belakang anak panah (*tempat diletakannya tali busur panah-pen) maka tidak didapati sesuatupun, kemudian dilihat di batang anak panahnya maka tidak didapatkan sesuatu, kemudian dilihat di bulu anak panah maka tidak didapatkan sesuatupun, anak panah telah mendahului isi perut dan darah. Tanda mereka adalah seseorang berkulit hitam, salah satu dari kedua lengan atasnya seperti buah dada wanita atau seperti sepotong daging yang bergerak-gerak. Dan mereka muncul tatkala terjadi perpecahan diantara manusia))

Abu Sa’id Al-Khudri berkata : Aku bersaksi bahwasanya aku mendengar hadits ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan aku bersaksi bahwsanya Ali bin Abi Tholib telah memerangi mereka dan aku bersama beliau, lalu Ali memerintahkan untuk mencari lelaki tersebut, lalu dicari dan didapatkanlah lelaki tersebut dan didatangkan lelaki tersebut, hingga akupun melihatnya sebagaimana yang disifatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR Al-Bukhari no 3610)

KELIMA : Para ulama telah menyebutkan dalam kaidah bahwasanya hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saling menafsirkan satu terhadap yang lainnya. Dalam hadits Ali bin Abi Tholib disebutkan bahwasanya khawarij akan muncul di “akhir zaman”, maka kita menafsirkan makna “akhir zaman” ini dengan merujuk kepada lafal hadits-hadits yang lain. Setelah memperhatikan lafal-lafal hadits-hadits yang lain, baik yang juga diriwayatkan oleh Ali bin Abi Tholib maupun yang diriwayatkan oleh para sahabat yang lain maka kita dapati bahwa maksud Nabi dengan “akhir zaman” adalah akhir zaman sahabat atau akhir zaman khilaafah nubuwwah –sebagaimana telah lalu penjelasan Al-Hafiz Ibnu Hajar-.

KEENAM :  Idahram berkata, “Ini berarti keberadaan mereka tidak dekat dengan zaman Rasulullah Saw., alias jauh”

“Tidak dekat” atau “Jauh” merupakan kata yang mengandung makna yang relatif dan nisbi. Akan tetapi Idahram dengan nekatnya menentukan bahwa “jauh” maknanya hingga munculnya gerakan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yaitu sekitar 12 abad sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas kenapa dia tidak memilih makna “jauh” atau “akhir zaman” yaitu pada abad-abad sebelumnya atau sesudahnya??!!. Bukankah 4 abad atau 22 abad juga jauh dari zaman Nabi??. Bahkan bukankah lafal “akhir zaman” juga bisa berarti penghujung zaman menjelang hari kiamat??.

KETUJUH :  Para ulama ahli firqoh-firqoh Islam telah menyebutkan dalam buku-buku mereka tentang firqoh-firqoh Khawarij. Silahkan para pembaca merujuk kepada kitab-kitab berikut ini

–         Maqoolaat Al-Islaamiyin wa ikhtilaaf al-Musholliin karya Abul Hasan Al-‘Asy’ari

–         Al-Farqu baina Al-Firoq karya Abdul Qoohir Al-Baghdaadiy

–         Al-Fishol karya Ibnu Hazm Al-Andalusi

–         Al-Milal wa An-Nihal karya As-Syahristaani

Mereka semua telah menjelaskan tentang sekte-sekte khawarij, bahkan Abdul Qohir Al-Baghdadi menyebutkan bahwasanya ada 20 sekte khawarij, diantaranya adalah sekte Al-Azaariqoh, sekte As-Sufriyah, sekte An-Najdaat, dan sekte Al-‘Ibaadiyah. Sebagian sekte-sekte ini masih terus ada hingga zaman penulisan kitab para penulis di atas, yaitu keberadaan Khawarij yang muncul sejak zaman Ali bin Abi Tholib terus masih ada kelanjutannya dan tidak punah hingga zaman para penulis di atas.

Abdul Qoohir Al-Baghdaadi yang wafat pada tahun 429 H (abad ke lima) berkata dalam kitabnya Al-Farqu bainal Firoq

“Tatkala Najdah (*pendiri sekte khawarij An-Najdaat) terbunuh maka jadilah sekte khawarij An-Najdaat terpecah menjadi 3 golongan, (1) golongan yang mengkafirkan Najdah…. (2) golongan yang memberi udzur kepada Najdah atas perbuatannya, dan merekalah sekte An-Najdaat yang ada pada hari ini” (Al-Farqu baina al-Firoq hal 90)

Bukankah abad ke 5 hijriyah juga termasuk jauh dari zaman Nabi?, lantas kenapa Idahram memilih abad 12 sebagai waktu munculnya khawarij?. Idahram berkata,

“Oleh karena itu, bisa dibenarkan bila Salafi Wahabi masuk dalam kategori yang disitir oleh hadis di atas. Sebab ajaran Salafi Wahabi baru muncul pa da abad-18 Masehi, atau 1200 tahun setelah masa Rasulullah Saw. Pendiri Salafy Wahabi, Muhammad bin Abdil Wahhab, pun baru wafat pada tahun 1206 Hijriah/1792 Masehi”

Bahkan bukankah sekte khawarij Ibadhiyah hingga saat ini masih eksis di negara Oman?!!

KEDELAPAN : Dakwah Salafy Wahabi bukanlah muncul sejak zaman Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.

Idahram sendiri telah menyatakan bahwa dakwah Salafi Wahabi adalah perpanjangan dari dakwah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Idahram berkata, “Pendiri Wahabi ini sangat mengagumi Ibnu Taimiyyah, seorang ulama kontroversial yang hidup di abad ke-8 Hijriyah dan banyak mempengaruhi cara berpikirnya” (Sejarah Berdarah… hal 27)

Bahkan sampai sering terdengar bahwa Ibnu Taimiyyah adalah ulama wahabi, padahal Ibnu Taimiyyah wafat 4 abad sebelum lahirnya Muhammad bin Abdil Wahhab.

Jika perkaranya demikian, lantas kenapa Idahram tidak menyatakan bahwa gerakan Salafy Wahabi sudah muncul sejak abad ke-8 hijriyah??!!

Bukankah yang terpengaruh dengan dakwah Ibnu Taimiyyah selain Muhammad bin Abdil Wahhab juga banyak dari kalangan para ulama??, contohnya Ibnul Qoyiim, Imam Adz-Dzahabi As-Syafii, dan Imam Ibnu Katsir rahimahulullah??? Apakah mereka semua juga adalah kaum salafi khawarij???!!

bersambung…

 

Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja

MATI KETIKA IKUT DEMO

Pertanyaan:
Apakah mati dalam demonstrasi merupakan tanda husnul khatimah atau su’ul khatimah? Karena sebagian orang berkata bahwa orang yang mati dalam demonstrasi adalah mati syahid?

Syaikh Muhammad bin Abdillah Al Imam menjawab:
Fitnah (musibah) itu, sebagaimana dikatakan oleh Hasan Al Bashri,

الفتنة إذا أقبلت ادركها العلماء و اذا ادبرت ادركها عامة الناس

Fitnah itu sebelum terjadi, para ulama mengetahuinya. Setelah terjadi, orang-orang awam baru mengetahuinya“. Atsar ini shahih.

Ketika fitnah itu terjadi, banyak pertimbangan yang tidak dihiraukan. Pertimbangan syar’i dan pertimbahan akal sehat. Sehingga menghasilkan kekacauan, tindakan yang serampangan, kebingungan, kegoncangan, hal-hal jelek nampak baik,  laa haula walaa quwwata illa billah.

Barangsiapa yang mati dalam demonstrasi tidaklah kita katakan bahwa ia mati dalam keadaan husnul khatimah. Bahkan kita khawatir itu merupakan adzab Allah. Hanya kepada Allah-lah kita bergantung.

Saya akan sebutkan, sebuah pemahaman yang bagus dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiallahu’anhu dari  Sa’id bin Manshur dengan sanad yangshahih. Hudzaifah Ibnul Yaman berkata kepada Abu Musa Al Asy’ari:

أرأيت رجلا خرج يضرب بسيفه يبتغي وجه الله فقتل أيدخل الجنة؟ فقال أبو موسى: نعم. فقال له حذيفة: لا. إن خرج يضرب بسيفه يبتغي وجه الله فأصاب أمر الله فقتل دخل الجنة

Apakah menurutmu orang yang keluar dengan pedangnya untuk berperang dengan mengharap ridha Allah lalu terbunuh ia akan masuk surga? Abu Musa menjawab: ‘Ya’. Hudzaifah lalu berkata kepadanya: ‘Tidak demikian. Jika ia keluar lalu berperang dengan pedangnya dengan mengharap ridha Allah dan menaati aturan Allah lalu terbunuh, barulah ia masuk surga‘”

Maka, orang yang syahid itu adalah orang yang menaati aturan Allah. Maka tidak cukup seseorang dikatakan syahid dengan sekedar keluar untuk amar ma’ruf nahi munkar tanpa menaati aturan yang benar, sebagaimana para da’i ahlul bid’ah dan hizbiyyah. Yang mereka klaim sebagai jihad fi sabilillah pun bukan jihad yang sesuai dengan syariat Allah. Mereka berkata: “anda ini mujahid fii sabilillah karena anda telah beramar ma’ruf nahi munkar“, namun amar ma’ruf nahi munkar yang mereka lakukan bukanlah sebagaimana amar ma’ruf nahi munkar yang dituntunkan syariat. Setiap orang beragam pemahamannya terhadap orang lain. Maka orang yang memfatwakan bahwa fulan syahid ini adalah ketergesa-gesaan orang hizbiyyah (fanatik golongan) yang dilatarbelakangi penentangan mereka kepada penguasa. Laa haula walaa quwwata illa billah.

Maka barang siapa yang mati dalam keadaan demikian, justru kami khawatir kepadanya. Hanya kepada Allah-lah kita bergantung.

Sumber: http://sh-emam.com/show_fatawa.php?id=416

Dari artikel blog Akh Yulian P. untuk blog Abu Abdurrohman

AHLUSSUNNAH BUKANLAH SEKULER : Benarkah Salafy memisahkan masalah agama dari negara ?

Ahlussunnah Bukan Sekuler ? (Syubhat Khawarij Ke-4)

Penulis Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed

Di antara tuduhan-tuduhan keji khawarij gaya baru (KGB) terhadap ahlus sunnah dan salafiyyun adalah ucapan mereka: “Ahlus sunnah sekuler yakni memisahkan agama dari negara” dan “Ahlus sunnah adalah murji’ah terhadap penguasa”.

Sebelum kita membantah tuduhan khawarij ini, perlu kita dudukkan makna sekulerisme dan apa yang dimaksud oleh KGB bahwa ahlus sunnah memisahkan agama dari negara.

Pemikiran sekulerisme didasari oleh paham Yunani yang mengatakan “apa yang untuk tuhan berikan untuk tuhan, dan apa yang untuk kaisar berikan untuk kaisar”.  Jadi bagi kaum sekuler, agama tidak boleh menjadi dasar dari terbentuknya sebuah negara. Bahkan ia merupakan bagian yang terpisahkan dari Negara.

Kemudian tujuan KGB mengatakan terhadap ahlus sunnah sebagai kaum sekuler, perlu kita tanyakan kepada mereka: Apa maksudnya? Agar kita bisa membantah dengan tepat sesuai dengan apa yang mereka maksudkan. Karena ada dua kemungkinan makna dari tuduhan mereka:

Pertama: Jika mereka memaksudkan ahlus sunnah tidak pernah ikut campur dengan urusan tata negara, penempatan tentara, pembangunan-pembangunan atau karena tidak mau ikut-ikutan dalam hura-hura bid’ah demokrasi dan lain-lain; maka kita katakan: “Ya”. Ahlus sunnah wal jama’ah tidak akan masuk dalam kebid’ahan mereka dan tidak ikut campur terhadap haknya penguasa, karena itu termasuk munaza’ah, yaitu merebut dan mencampuri urusan penguasa yang dilarang oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alahi wasallam berdasarkan hadits yang shahih:

( فَبَايَعْنَا فَكَانَ فِيْمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعْنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِيْ مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ اْلأَمْرَ أَهْلَهُ. قَالَ: إِلاَّ أَنْ تَرَوا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللهِ فِيْهِ بُرْهَانٌ.  (متفق عليه) دَعَانَا رَسُوْلُ اللهِ

Rasulullah Shallallaahu ‘alahi wasallam memanggil kami kemudian membaiat kami dan diantara baiatnya adalah agar kami bersumpah setia untuk dengar dan taat ketika kami semangat ataupun tidak suka, ketika dalam kemudahan ataupun dalam kesusahan, ataupun ketika kami diperbuat secara tidak adil,dan hendaklah kami tidak merebut urusan dari orang yang berhak –beliau berkata—kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata, yang kalian memiliki bukti di sisi Allah” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits ini Rasulullah Shallallaahu ‘alahi wasallam melarang kita untuk mencampuri urusan dari orang-orang yang berhak, –yaitu para penguasa– kecuali jika tampak pada mereka kekufuran yang nyata.

Kedua: Namun jika mereka memaksudkan dengan kalimat tersebut bahwa ahlus sunnah tidak membicarakan tentang hukum-hukum dan tata cara yang syar’i yang berkaitan dengan kekuasaan dan tata negara, atau ahlus sunnah tidak menasehati dan beramar ma’ruf nahi mungkar kepada penguasa dan pemerintah, maka ini adalah kedustaan yang nyata.

Para ulama ahlus sunnah sejak dahulu sampai hari ini dan para pengikut mereka dari para pencari ilmu –salafiyyun– selalu membahas ilmu-ilmu  yang berkaitan dengan jama’ah (negara Islam), imamah (Kepemimpinan) dan baiat (sumpah setia kepada penguasa). Kitab-kitab yang ditulis oleh mereka tentang masalah politik dan tata negara sangat banyak. Seperti Al-Ahkamus Sulthaniyyah (hukum-hukum penguasa) karya al-Mawardi dan Abu Ya’la, Asy-Siyasah Syar’iyyah (Politik Syariat)  oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan As-Sa’di, hakekatus Syura fil Islam (Hakekat musyawarah dalam Islam) dan Lil Jaziiratil Arabiyyah Khususiyyah Falaa Tanbutu Demokratiah (Jazirah Arab memiliki keistimewaan yang khusus, tidak akan tumbuh demokratisme padanya) oleh Syaikh muhammad Aman Al-Jamii dan lain-lain.

Dan masih banyak lagi para ulama yang menulis perkara-perkara yang berkaitan dengan politik, tata negara, kekuasaan dan sekitarnya, bahkan hampir setiap kitab yang menulis tentang manhaj salaf –ahlus sunnah wal jama’ah– selalu menulis satu bab yang khusus untuk menerangkan sikap rakyat yang syar’i terhadap para penguasa dan tata cara menasehati penguasa.

Dengan ini jelaslah kebatilan tuduhan khawarij terhadap ahlus sunnah dengan sekulerisme.

Adapun tuduhan mereka bahwa ahlus sunnah murji’ah terhadap penguasaadalah karena tidak mau mengikuti mereka untuk mengkafirkan para penguasa, menghalalkan darah mereka kemudian memerangi mereka. Ini merupakan kebodohan mereka yang berikutnya. Mereka menuduh ahlus sunnah sebagai murji’ah dalam keadaan tidak mengerti bagaimana pendapat murji’ah.

Sesungguhnya murji’ah adalah aliran sesat yang menyatakan bahwa amalan dosa sebesar apapun tidak akan mempengaruhi keimanan. Keimanan tidak bertambah dan tidak berkurang. Sehingga para ulama menganggap mereka sebagai aliran sesat yang menyamakan imannya munafik dengan imannya Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhu, bahkan sama dengan imannya malaikat Jibril dan Mikail.

Berkata Syariik rahimahullah :”sejelek-jelek kaum adalah Rafidhah tetapi murji’ah berdusta atas nama Allah.(As-Sunnah oleh Imam Al-Khallal 4/41, lihat Irsyadul Bariyyah hal.125).

Berkata Mansyur Ibnul Mu’tamar :”musuh-musuh Allah adalah murji’ah dan rafidhah”.(Ushulul I’tiqad ahlus sunnah oleh Al-Lalikai juz 5 hal. 992).

Berkata Abdullah bin Thahir :”demi Allah aku tidak berani mengatakan bahwa imanku seperti Yahya bin Yahya atau Imam Ahmad tetapi mereka mengatakan imannya seperti imannya malaikat Jibril dan Mikail”.(Aqidatus Salaf wa Ashabul Hadits hal. 84).

Adapun ahlus sunnah menyatakan bahwa mereka-mereka yang berdosa, bermaksiat, berbuat dzalim adalah orang-orang fasik atau mukmin yang lemah imannya. Mereka tidak keluar dari islam selama tidak ada amalan-amalan kufur yaitu kesyirikan yang besar atau penentangan kepada allah subhanahu wata’ala dan rasulnya (kufrul juhud).(lihat edisi….) Mereka tidak kafir seperti anggapan khawarij, tidak pula mukmin yang sempurna imannya seperti anggapan murji’ah. Disinilah letak keistimewaan ahlus sunnah wal jamaah, mereka berada di tengah-tengah antara dua titik ekstrim, Murji’ah dan Khawarij.

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلاَّ لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Al-Baqarah : 143)

Tuduhan KGB ini persis seperti tuduhan para pendahulunya dari kalangan khawarij.  Sebagaimana diucapkan oleh para ulama.

Khawarij menuduh ahlus sunnah sebagai murji’ah, sebaliknya murji’ah menuduh ahlus sunnah sebagai khawarij. Rafidlah yang ghuluw kepada Ali menuduh ahlus sunnah adalah musuh ahlul bait, qadariyah (para penolak takdir) menuduh ahlus sunnah dengan jabriyah (menolak adanya ikhtiar) dan sebaliknya jabriyah menuduh ahlus sunnah sebagai qadariyah. Begitulah seterusnya, sejak dulu ahlul bid’ah selalu menuduh ahlus sunnahd engan tuduhan-tuduhan keji karena tidak mau mengikuti kebid’ahan-kebid’ahan dan kesesatan-kesesatan mereka.

 

Sumber :  Buletin Manhaj Salaf, Edisi: 34Th. I Tanggal 29 Jumadil Awal 1425 H/25 Juni 2004 M

Disalin dari artikel blog dr. Abu Hana untuk blog Abu Abdurrohman

Terorisme Merusak Citra Islam

Terorisme Merusak Citra Islam

Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed hafizhahullah

 

say-no-to-terrorism

Sungguh sangat fatal akibat yang ditimbulkan oleh kaum reaksioner khawarij akhir-akhir ini. Mereka menyebabkan gambaran Islam sangat menakutkan di mata manusia. Akhirnya islamophobia menjalar di masyarakat. Mereka menganggap kalau seseorang bersungguh-sungguh mempelajari syariat Islam akan menjadi manusia-manusia ekstrim yang menumpahkan darah manusia, meneror, membikin kerusuhan-kerusuhan serta pemberontakan-pemberontakan.

Gambaran ini tidak hanya ada di benak orang-orang kafir, bahkan sebagian kaum muslimin menganggap tidak perlu memperdalam Islam, karena dikhawatirkan akan mengakibatkan hal-hal di atas.

Sungguh para pengacau khawarij memikul dosa besar atas rusaknya gambaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم ini. Padahal sesungguhnya diutusnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم membawa Islam ini adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ. (الأنبياء: 107)
Dan tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (al-Anbiya’: 107)
Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata tentang ayat ini: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka Allah tuliskan baginya rahmat di dunia dan akhirat. Adapun orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka dengan datangnya Rasul selamat dari adzab di dunia, seperti ditenggelamkannya ke dalam bumi atau dihujani dengan batu.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/222)
Yakni tidak diadzab dengan adzab yang merata seperti kaum ‘Ad, Tsamud atau seperti kaum Nuh yang ditenggelamkan secara keseluruhan dan lain-lain.
Oleh karena itu ketika malaikat gunung datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dalam keadaan Nabi صلى الله عليه وسلم terusir dari kaumnya, dilempari dengan batu di Thaif, kakinya berdarah, duduk di luar kota bersama sepi, bermunajat kepada Allah. Malaikat itu datang dan berkata: “Aku diutus Allah untuk mentaati perintahmu. Jika engkau menginginkan agar aku menimpakan gunung ini kepada mereka aku akan laksanakan.” Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Ya Allah, berilah hidayah pada mereka karena sesungguhnya mereka belum mengetahui.” (Lihat Shirah Ibnu Hisyam)
Inilah bukti kasih sayang beliau kepada seluruh manusia. Jika beliau diberi pilihan doa yang maqbul terhadap kaumnya apakah dilaknat dan diadzab ataukah diberi hidayah, tentu beliau berdoa agar Allah memberikan hidayah.
Pernah suatu hari beliau didatangi oleh Thufail Ad-Dausi. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kabilah Daus menentang dan menolak dakwah ini. Maka doakanlah agar Allah menghancurkan mereka.” Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم pun menghadap kilblat mengangkat kedua tangannya. Para shahabat yang ada di situ berkata: “Binasalah Daus!” Ternyata Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengucapkan doa:
اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَأْتِ بِهِمْ. (× 3)
Ya Allah, berilah hidayah pada suku Daus dan bawalah mereka kemari. (beliau mengucapkannya tiga kali).
Doa beliau ternyata maqbul. Suku Daus datang berbondong-bondong kepada Nabi صلى الله عليه وسلم untuk masuk Islam. (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikian pula diriwayatkan dari Muslim dengan sanadnya kepada Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa dia berkata:
قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ عَلَى الْمُشْرِكِينَ قَالَ إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً . (رواه مسلم)
Pernah dikatakan kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, doakanlah kejelekan bagi musyrikin.” Maka Rasulullah menjawab: “Aku tidak diutus sebagai tukang laknat, melainkan aku diutus sebagai rahmat.” (HR. Muslim).
Dalam riwayat lain Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ. (رواه الدارمي)
Wahai Manusia, hanya saja aku diutus sebagai rahmat yang diberikan. (HR. Darimi)
Maka dengan dasar inilah ahlus sunnah wal jama’ah berbeda dengan kaum reaksioner khawarij dalam menyikapi penguasa yang dhalim. Mereka tidak menghadapinya dengan kekerasan yang seringkali membawa kerusakan, pertumpahan darah dan kerugiankerugian yang lebih besar dari kedhaliman penguasa itu sendiri.
Ahlus sunnah wal jama’ah mengikuti jalan Rasulullah صلى الله عليه وسلم yaitu menasehati dan mendoakan agar para penguasa tersebut mendapatkan hidayah dan taufiq, bukan sebaliknya dengan melaknat atau mencaci-maki mereka dengan do’a-do’a kejelekan apalagi memberontak.
Berkata Ath-Thahawi رحمه الله: “Kami tidak berpendapat bolehnya memberontak kepada Imam dan pemerintah-pemerintah kami, walaupun mereka berbuat jahat. Kita tidak mendoakan kejelekan atas mereka dan tidak mencabut ketaatan terhadap mereka. Kami berpendapat taat kepada mereka merupakan ketaatan kepada Allah dan merupakan kewajiban selama mereka tidak memerintahkan pada kemaksiatan dan kita berdoa untuk mereka dengan kebaikan dan ampunan.” (Al-Aqidah At-Thahawiyah, hal. 47 – 48)
Di antara yang menambah jelas dasar mengapa Ahlus Sunnah sangat mementingkan perkara ini adalah apa yang diriwayatkan di dalam kitab As-Sunnah oleh Imam Al-Hasan bin Ali Al-Barbahari رحمه الله di mana beliau berkata: “Jika engkau melihat seseorang berdoa kejelekan atas penguasa, maka ketahuilah kalau dia adalah pengikut hawa nafsu. Dan jika engkau mendengar seseorang berdoa untuk penguasa dengan kebaikan maka ketahuilah bahwa dia adalah pengikut sunnah insya Allah”.
Bahkan Fudhail bin Iyadl berkata: “Kalau saja aku memiliki satu doa (yang dikabulkan), niscaya aku tidak akan menjadikannya kecuali untuk penguasa”. (Dikeluarkan oleh Abu Nu`aim dalam Al-Hilyah juz 8 hal. 91)
Dalam riwayat lain, beliau mengatakan: “Kalau aku berdoa untuk kebaikanku, maka tidak terkena pada orang lain. Namun, kalau aku mendoakan penguasa, maka penguasa akan baik dan akan baik pula dengan kebaikannya pula seluruh kaum muslimin”.
Berkata Ibnu Abdil Barr رحمه الله: “Jika tidak memungkinkan untuk menasehati penguasa, maka bersabarlah dan berdoalah”.
Berkata Abu Usman As-Shabuni رحمه الله: “Dan mereka (Ahlus Sunnah, pent) berpendapat untuk berdoa bagi mereka dengan perbaikan, taufiq, kebaikan, dan adil terhadap rakyat. Dan mereka tidak berpendapat bolehnya memberontak kepada mereka dengan pedang, walaupun mereka melihat padanya ada penyimpangan-penyimpangan dari keadilan kepada kedhaliman, dan kecurangan”. (Aqidatus Salaf Ashabul Hadits hal. 106)
Berkata Abul Hasan Al-Asy’ari رحمه الله: “Ahlus Sunnah berpendapat untuk berdoa kebaikan bagi para penguasa dan agar tidak memberontak kepada mereka dengan pedang dan tidak ikut berperang dalam fitnah”. (I`tiqad Ahlus Sunnah wal Jamaah Ashabul Hadits, hal. 133)
Berkata Abu Bakar Al-Isma’ili رحمه الله: “Mereka (Ahlus Sunnah) berpendapat untuk mendoakan bagi mereka kebaikan dan agar cenderung kepada keadilan. Dan mereka tidak berpendapat untuk memberontak kepada mereka dengan pedang. Dan tidak pula untuk ikut berperang dalam fitnah. Mereka berpendapat untuk memerangi kelompok penentang bersama imam yang adil jika terdapat syarat-syarat yang demikian pada mereka”. (I’tiqad A’imatu Ahlil Hadits hal. 75).
Dengan demikian, maka menjatuhkan kehormatan para penguasa, sibuk mencaci-maki mereka, menyebut aib-aib mereka merupakan kesalahan besar dan pelanggaran yang fatal yang dilarang oleh syariat yang suci dan pelakunya tercela. Dan perbuatan yang demikian merupakan bibit-bibit pemberontakan terhadap para penguasa yang merupakan sumber kerusakan agama dan dunia sekaligus. (lihat Mu’amatul Hukkam fi Dlauil Kitab was Sunnah hal. 173)
Berkata Al-Imam Abul Hasan Al-Asy`ari رحمه الله: “Mereka (Ahlus Sunnah, pent) sepakat (ijma’, pent) untuk menasehati kaum Muslimin, berloyal dengan jamaah (daulah, pent) mereka dengan saling berkasih-sayang di jalan Allah serta berdoa dengan kebaikan bagi para penguasa-penguasa kaum Muslimin dan berlepas diri dari orang-orang yang mencela seseorang dari shahabat-shahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم”. (Risalah Ahlul Atsar, hal. 311)
Berkata Al-Marwazi رحمه الله: “Aku mendengar Abu Abdillah (Imam Ahmad, pent) disebutkan tentang khalifah al-Mutawakkil رحمه الله. Beliau berkata: “Sesungguhnya aku berdoa untuknya dengan kebaikan dan `afiyah.” (Dikeluarkan oleh Al-Khallal dalam As-Sunnah Q2/A dengan sanad yang shahih).
Berkata Abu Utsman Sa’id bin Ismail Al-Wa’idh Az-Zahid رحمه الله: “…maka nasehatilah penguasa, perbanyaklah untuknya doa dengan kebaikan dan petunjuk dengan perbuatan, amalan dan hikmah! Karena sesungguhnya mereka jika baik, maka akan baik pula para hamba Allah dengan kebaikannya. Dan hatihatilah kamu dari berdoa dengan laknat atas mereka karena jika bertambah pada mereka kejelekan, bertambah pula bencana bagi kaum Muslimin. Maka berdoalah untuk mereka agar bertaubat dan meninggalkan kejelekan. Maka akan terangkatlah bencana dari kaum Mukminin.” (Lihat Al-Jami` li Syu’abil Iman oleh Al-Baihaqi juz `13 hal. 99)
Berkata Syaikh Muhammad bin Tsubayyil hafidhahullah: “Ahlus Sunnah wal jamaah memperingatkan agar jangan menjatuhkan kehormatan para penguasa dan merendahkan mereka atau mendoakan kejelekan bagi mereka, karena sesungguhnya perkaraperkara ini termasuk penyebab munculnya kedengkian dan hasad antara pemerintah dan rakyat. Dan juga menyebabkan munculnya fitnah dan pertikaian di dalam barisan umat.” (Al-Adillatus Syar`iyyah fi Bayani Haqqur Ra`i war Ra`iyyah hal. 25)
Diriwayatkan dari Hilal bin Abi Humaid, dia berkata: “Aku mendengar Abdullah bin Ukaim berkata: ”Aku tidak akan mendukung tertumpahnya da-rah khalifah setelah Utsman selamala-manya”, kemudian dikatakan kepadanya: ”Wahai abu Ma’bad apakah engkau membantu tertumpahnya darah Utsman?” Ia menjawab: ”Sungguh aku waktu itu ikut menyebutkan kejelekan-kejelekan Utsman dan itu membantu tertumpahnya darah beliau”. (Atsar Shahih, dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqatul Kubra, juz VI, hal. 115).
Ucapan-ucapan ulama ahlus sunnah di atas seluruhnya membawa hikmah yang besar yaitu terwujudnya keamanan dan ketentraman dengan tetap tidak meninggalkan nasehat untuk para penguasa. Inilah rahmat Islam yang dibawa oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan dilanjutkan oleh para ulama ahlus sunnah sepanjang masa.
Sungguh sangat disayangkan gambaran Islam yang indah dan sejuk ini dikotori oleh perbuatan segelintir orang-orang bodoh yang hanya bermodal semangat tanpa ilmu.

 

Sumber : Bulettin Risalah Manhaj Salaf, edisi 86 Tahun ke-2