Membongkar Koleksi Dusta Syaikh Idahram 5 – SALAFI WAHABI = KHAWARIJ??!!

BAB KETIGA
SALAFI WAHABI = KHAWARIJ??!!
Tatkala kaum yang hasad kepada kelompok Salafy Wahabi sudah kehabisan hujah dan dalil untuk menjawab bantahan-bantahan kaum Wahabi yang membongkar kedok kesesatan mereka, maka kaum yang hasad ini tidak putus asa. Masih ada senjata yang bisa mereka gunakan untuk menjatuhkan kaum wahabi… yaitu DUSTA !!!!., Hasad di dada mereka membuahkan penghasutan dan provokasi masyarakat umum yang tidak mengerti akan hakekat dakwah Salafi Wahabi.

Sudah terlalu banyak kedustaan yang saya temukan pada kaum yang hasad kepada wahabi sebagaimana yang telah kami paparkan dalam dua buku kami (“Ketika Sang Habib Dikritik”, dan “Ketinggian Allah di atas makhluknya” yang merupakan bantahan kepada sang pendusta Abu Salafy).

Demikian pula tatkala muncul dan melejitnya buku yang berjudul “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, Mereka membunuh semuanya termasuk para ulama”….ternyata tidak ada dalil yang bisa ia paparkan kecuali DUSTA.

Judul buku yang sangat provokatif ini mengesankan bahwa kaum Salafi Wahabi adalah kaum yang bengis dan haus darah, hobi membunuh…., semua orang mereka bunuh bahkan para ulama !!!!.

Untuk membenarkan dan melegalisasikan kesan dusta ini maka sang penulis –Syaikh Idahram- berusaha mencap kaum salafi wahabi sebagai kaum khawarij yang terkenal bengis. Bahkan ia dengan nekat memvonis hadits-hadits tentang khawarij kepada kaum salafi wahabi.

Seseorang yang berpikiran jernih sedikit saja, tentunya dengan serta-merta akan mengetahui kedustaan yang bodoh ini…

Kerajaan Arab Saudi –yang merupakan gudang dan markaz kaum salafi wahabi-, apakah benar Kerajaan Arab Saudi sedemikian bengisnya … suka menumpahkan darah??, suka membunuh bahkan membunuh para ulama??!!. Apakah jika ada orang yang menyelisihi Kerajaan Arab Saudi serta-merta langsung dibunuh???, apakah Kerajaan Arab Saudi hobi menumpahkan darah jama’ah haji??!!

Ataukah sebaliknya…terlalu banyak sumbangsih Kerajaan Arab Saudi terhadap kaum muslimin di penjuru dunia…., diantaranya pelayanan jema’ah haji dari seantero dunia dengan berbagai madzhab dan aqidah yang mereka bawa…, semuanya dilayani oleh Kerajaan Arab Saudi, tatkala terjadi bencana alam di tanah air kita…?, bahkan di negeri-negeri islam..??

HAKEKAT KHAWARIJ

Khawarij…. Suatu sekte sesat yang menggambarkan momok yang haus darah, hobi menumpahkan darah kaum muslimin. Apakah hakekat sekte sesat ini???!!. Benarkah Kaum Salafi Wahabi adalah kaum khawarij yang haus darah kaum muslimin??!!.

Para ulama yang menulis khusus tentang firqoh-firqoh Islam telah menyebutkan secara specifik tentang aqidah Khawarij.

Abul Hasan Al-‘As’ari (wafat 330 H) berkata

“Tentang perkara yang mengumpulkan kelompok-kelompok khawarij:

Kelompok-kelompok Khawarij bersepakat dalam hal pengkafiran Ali bin Abi Thoolib rahdiallahu ‘anhu karena beliau menyerahkan hukum (*kepada dua hakim-pen), dan mereka (kelompok-kelompok khawarij) berselisih apakah kekufurannya tersebut merupakan kesyirikan ataukah bukan?

Dan mereka bersepakat bahwa seluruh dosa besar merupakan kekufuran, kecuali kelompok An-Najdaat (*salah satu firqoh dari pecahan firqoh-firqoh khawarij, yaitu merupakan pengikut seseorang yang bernama Najdah bin ‘Aamir-pen) karena kelompok An-Najdaat tidak mengatakan demikian.

Dan mereka bersepakat bahwasanya Allah ta’ala meng’adzab para pelaku dosa besar yang abadi, kecuali kelompok An-Najdaat, para pengikut Najdah (*bin ‘Amir)” (Maqoolaat Al-Islaamiyiin wa ikhtilaaf al-Musholliin 1/167-168, cetakan Al-Maktabah al-‘Ashriyah Beirut)

Abdul Qoohir Al-Baghdaadi (wafat 429 H) berkata :

“Para ulama telah berselisih tentang perkara apakah yang mengumpulkan (disepakati) oleh kelompok-kelompok khawarij yang beraneka ragam sekte-sektenya. Al-Ka’biy dalam kitab maqolaat nya menyebutkan bahwa yang mengumpulkan seluruh sekte-sekte khawarij adalah : Mengkafirkan Ali, Utsman, dan dua Hakim, para peserta perang jamal dan seluruh yang ridho dengan penyerahan hukum kepada dua hakim, dan juga pengkafiran karena pelanggaran dosa, dan wajibnya khuruuj (memberontak) kepada pemimpin yang dzalim“.

Syaikh kami Abul Hasan Al-Asy’ari berkata : Yang mengumpulkan mereka adalah pengkafiran Ali, Utsman, para peserta perang Jamal, dan hakim, dan siapa saja yang ridho terhadap penyerahan hukum kepada dua hakim, atau membenarkan kedua hakim tersebut atau salah satu dari keduanya, dan memberontak kepada penguasa yang dzalim

Yang benar adalah yang disebutkan oleh Syaikh kami Abul Hasan Al-Asy’ari dari mereka (khawarij). Al-Ka’biy telah keliru tatkala menyebutkan bahwa kahwarij bersepakat akan kafirnya pelaku dosa, karena sekte Khawarij An-Najdaat tidak mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa dari orang-orang yang sepakat dengan mereka”  (Al-Farqu baina Al-Firoq hal 73, cetakan Maktabah Muhammad Ali Subaih, Mesir)

Ibnu Hazm (wafat 456 H) berkata :

Barangsiapa yang sepakat dengan khawarij dalam hal mengingkari penyerahan hukum (*kepada dua hakim), dan pengkafiran para pelaku dosa besar, serta pendapat memberontak kepada para penguasa yang dzalim, dan para pelaku dosa besar kekal di neraka, para penguasa boleh saja dari selain quraisy maka dia adalah khawarij, meskipun ia menyelishi khawarij pada perkara-perkara yang lain yang diperselisihkan oleh kaum muslimin. Dan jika ia menyelisihi mereka pada perkara-perkara yang kami sebutkan maka ia bukanlah khawarij” (Al-Fisol fi al-Milal wa al-Ahwaa’ wa an-Nihal, tahqiq DR Abdurrohim ‘Umairoh, Daar Al-Jail, Beiruut, 2/270)

As-Syahristaani (wafat 548 H) berkata:

Siapa yang memberontak kepada penguasa yang sah yang telah disepakati oleh jama’ah maka dinamakan khariji, sama saja apakah bentuk pemberontakan tersebut di zaman para sahabat, yaitu memberontak kepada para khulafaa rasyidin, atau pemberontakan terjadi setelah itu, yaitu memberontak kepada para tabi’in yang mengikuti para sahabat dengan baik, dan juga memberontak kepada para penguasa di sepanjang zaman….

Dan Wa’iidiyah termasuk dalam khawarij, dan merekalah yang menyatakan kafirnya pelaku dosa besar dan kekal di neraka” (Al-Milal wa An-Nihal 1/132, Daar Al-Ma’rifah, Beiruut, Libanon, cetakan ke-3)
Kesimpulan

Dari perjelasan di atas dari para ulama ahli sekte-sekte Khawarij maka dapat diketahui ada beberapa aqidah khusus yang merupakan ciri khas sekte-sekte khawarij dan disepakati oleh seluruh sekte-sekte khawarij. Aqidah-aqidah tersebut adalah :

Pertama : Mengkafirkan Ali dan dua hakim (yaitu Abu Musa Al-‘Asy’ari dan ‘Amr bin Al-‘Aash) radhialahu ‘anhum

Kedua : Mengkafirkan para pelaku dosa besar (kecuali sekte An-Najdaat tidak berpendapat demikian)

Ketiga : Mewajibkan memberontak kepada penguasa yang dzalim.

Inilah aqidah khusus yang disepakati oleh seluruh sekte-sekte khawarij. Dan tiga aqidah inilah yang telah dilakukan oleh khawarij yang muncul pertama kali di zaman Ali bin Abi Tholib, (1) mereka telah mengkafirkan Ali bin Abi Tholib serta sebagian sahabat, dan (2) alasan mereka mengkafirkan karena mereka menganggap Ali bin Abi Tholib telah terjerumus dalam dosa besar yaitu berhukum kepada selain Allah (karena Ali menyerahkan hukum kepada dua hakim), dan barang siapa yang terjerumus dalam dosa besar menjadi kafir menurut mereka, (3) sehingga jadilah mereka memberontak kepada pemerintahan Ali bin Abi Tholib.

Dan sebagaimana pernyataan Ibnu Hazm rahimahullah bahwasanya barangsiapa yang memiliki aqidah ini (sepakat dengan khawarij dalam aqidah ini) meskipun ia menyelisihi khawarij dalam hal-hal yang lain maka ia adalah seorang khawarij. Adapun jika ia menyelisihi aqidah-aqidah khusus khawarij ini maka ia bukanlah khawarij sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Hazm di atas.

Kesimpulan tentang 3 aqidah sekte khawarij ini ternyata disepakati oleh DR Sa’id Aqil Siraj, beliau berkata di hal 13-15,

“Dari kelompok yang membunuh Khalifah Ali inilah lahir kelompok yang disebut Khawarij. Kelompok ini memiliki prinsip (*1) orang yang melakukan dosa besar satu kali dianggap kafir. Jadi, (*2) Ali, Mu’awiyah, ‘Amr bin Al-‘Aash, Aisyah, Thalhah, Zubair dan sahabat Nabi Saw. lainnya yang terlibat dalam perang saudara (Jamal dan Shifin) yang membunuh sesama muslim dianggap kafir. Kelompok ini berkembang menjadi (*3) oposisi pemerintah sepanjang masa

Lantas dengan meninjau kesimpulan di atas, maka marilah kita renungkan tentang kelompk Salafy Wahabi…, apakah mereka beraqidah sebagaimana aqidah sekte khawarij sebagaimana yang dituduhkan oleh Idahram dan didukung oleh DR Said Aqil Siraj???, Apakah kaum salafy wahabi beraqidah dengan salah satu dari ketiga aqidah khawarij di atas??,

–     Apakah kaum salafy wahabi mengkafirkan Ali, Mu’awiyah, Aisyah, ‘Amr bin Al-‘Aash, dan para sahabat yang ikut serta dalam perang jamal dan shifin??. Ataukah mereka yang justru mejunjung tinggi para sahabat tersebut, dan membela mereka habis-habisan, terutama sahabat Mu’awiyah dan Ummul Mukminin Aisyah yang telah dikafirkan oleh kaum sekte sesat Syia’h ??!

–   Apakah kaum salafi wahabi mengkafirkan seorang muslim hanya dikarenakan satu dosa besar yang dilakukan olehnya??!!, ataukah justru kaum salafy wahabi yang getol membantah pemahaman takfiriyin yang hobi mengkafirkan pemerintah??. Apakah pernah didapati kaum salafy wahabi yang mengkafirkan orang yang berzina?, atau mencuri?, atau membunuh orang lain??!!!. Kalaupun kaum salafy wahabi mengkafirkan maka yang mereka kafirkan adalah orang yang telah dinyatakan kafir oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, itupun setelah ditegakkan hujjah dan penjelasan kepadanya.

–    Apakah kaum salafy wahabi menyerukan untuk memberontak kepada pemerintah??!. Ataukah justru kaum salafy wahabi yang senantiasa menyeru untuk taat kepada pemerintah ???. Barang siapa yang mengikuti kajian-kajian yang disampaikan oleh para dai salafy maka ia akan paham bahwasanya kaum salafy sangat memerangi sikap oposisi kepada pemerintah !!!!

Vonis Nekat dan Membabi Buta dari Idahram !!

Untuk menggolkan tuduhan dustanya terhadap Salafi Wahabi –bahwasanya kaum wahabi adalah kaum yang haus darah dan hobi menumpahkan darah kaum muslimin-, maka Syaikh Idahram berusaha –sekuat tenaga- untuk mengklaim bahwa Salafi Wahabi adalah Khawarij !!!

Bahkan Idahram nekat untuk memastikan dan memvonis bahwa kaum khawarij yang disebutkan oleh Nabi shallallahu alaihai wa sallam dalam hadits-hadits yang banyak adalah mereka kaum Salafi Wahabi.

Syaikh Idahram membuat sebuah pembahasan yang beliau beri judul :

Hadis-Hadis Rasulullah Saw tentang Salafi Wahabi“, kemudian Syaikh Idahram berkata :

“Diantara tanda-tanda kebenaran akan kenabian Rasulullah Saw adalah berita-berita gaib tentang masa depan, yang Allah Swt bukakan untuk beliau. Oleh karena itu, kita mendapati ayat-ayat Al-Qur’an penuh dengan kebenaran informasi itu, baik yang diberitakan secara rinci maupun secara umum. Begitu juga dengan hadis-hadis Nabi Saw, tidak lepas dari informasi-informasi gaib semacam itu.
Istimewanya lagi, hadis-hadis terkait salafi Wahabi ini bukanlah hadis-hadis Ahad, melainkan hadis-hadis Mutawatir yang diriwayatkan oleh kumpulan banyak sahabat Nabi Saw yang jujur dan terpercaya, kepada kumpulan banyak sahabat lain atau tabi’in atau orang-orang setelahnya. Artinya, tidak ada celah bagi kebohongan massal terkait hadis-hadis tersebut karena begitu banyaknya perawi yang meriwayatkannya…..

Terlebih lagi-sebagai salah satu indikasi lain akan kebenaran hadis-hadis tentang Salafi Wahabi ini-, hadis-hadis tersebut ditulis pada abad ke-2 dan ke-3 Hijriyah, yang mana pada zaman itu masa depan umat manusia tidak ada yang mengetahui dan tidak bisa diprediksi sama sekali. Bahkan pada saat itu leluhur dan nenek moyang ke-10 Muhammad ibnu Abdul Wahab (pendiri Salafi Wahabi) belum dilahirkan. Sehingga sangat mustahil jika hadis-hadis tersebut ditulis secara sengaja berdasarkan pengetahuan mereka tentang Salafi Wahabi, yang baru muncul 1200 tahun kemudian, yaitu di abad 18 Masehi/12 Hijriyah”

(Demikian perkataan Syaikh Idahram dalam bukunya hal 139-140). Kemudian beliaupun menyebutkan hadits-hadits tentang firqoh Khawarij, yang seluruh hadits-hadits tersebut ditujukan oleh Nabi kepada kaum Salafi Wahabi –sebagai vonis Syaikh Idahram-.

Diantara pendukung paham Idahram adalah DR Aqil Siraj yang memuji buku karya Idahram ini. Akan tetapi DR Said Aqil Siraj –tidaklah nekat seperti Idahram dalam memvonis-, beliau tidak memvonis kaum salafi wahabi sebagai kaum khawarij, meskipun beliau tetap menuduh adanya kesamaan antara sekte khawarij dengan kaum salafi wahabi. Beliau berkata :

“Diantara kesimpulannya adalahSalafi Wahabi bukanlah Khawarij. Karena Khawarij muncul pada tahun ke 37 Hijriyah di awal perkembangan Islam, sedangkan Salafi Wahabi baru hadir di abad-18 Masehi, atau 1200 tahun setelah masa Rasulullah Saw. yang ditandai dengan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab (w.1206 H/1792 M). Namun demikian, ada beberapa sisi kesamaan”

(Demikianlah tutur beliau sebagai kata pengantar emas terhadap buku Berdarah Sekte Salafi Wahabi karya Syaikh Idahram hal 16)

Hadits-hadits yang dijadikan dalil oleh Idahram bahwasanya Khawarij yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum Salafy Wahabi

Idahram berkata,

((“Adapun hadits-hadits Nabi Saw. yang terkait dengan Salafy Wahabi dan memliki banyak kesamaan dengan ciri-ciri dan sifat-sifat yang ada pada mereka, diantaranya adalah :

1.Waktu Kemunculan Mereka adalah “di Akhir Zaman”

سَيَخْرُجُ قَوْمٌ فِي آخِرِ الزَّمَانِ أَحْدَاثُ الأَسْنَانِ سُفَهَاءِ الأَحْلاَمِ يَقُوْلُوْنَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ لاَ يُجَاوِزُ إِيْمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ فَأَيْنَمَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Di akhir zaman nanti akan keluar segolongan kaum yang muda usianya, bodoh cara berpikirnya, mereka berbicara dengan sabda Rasulullah, namun iman mereka tidak sampai melewati kerongkongan. Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus keluar dari (badan) binatang buruannya. Apabila kamu bertemu dengan mereka maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat” (HR Al-Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, Nasa’i dan lainnya)

يَأْتِي فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ حُدَثَاءُ الأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الأَحْلاَمِ يَقُوْلُوْنَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الإِسْلاَمِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لاَ يُجَاوِزُ إِيْمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ فَأَيْنَمَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ فَإِنَّ قَتْلَهُمْ أَجْرٌ لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Akan datang di akhir zaman suatu kaum yang muda usianya, bodoh cara berpikirnya dan berbicara dengan sabda Rasulullah. Mereka keluar dari Islam seperti anak panah tembus keluar dari badan binatang buruannya. Iman mereka tidak sampai melewati tenggorokannya. Maka apabila kamu bertemu dengan mereka bunuhlah, karena membunuh mereka mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat’ (HR Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya)

Dari hadits di atas bisa kita ambil beberapa poin tentang kaum tersebut, yaitu:

a.      Waktu kemunculannya ada “di akhir zaman”

Ini berarti keberadaan mereka tidak dekat dengan zaman Rasulullah Saw., alias jauh. Lebih jelasnya, kaum/golongan yang dimaksud dalam hadis ini bukan kaum khawarij ataupun kaum yang mengikuti Musailamah Al-Kadzdzab. Sebab, kehadiran golongan khawarij ini masih di zaman sahabat Nabi Saw., tepatnya di masa Khalifah Rasyidah ke-4, Imam Ali ibnu Abi Thalib, yakni pada bulan safar tahun 37H. Begitu pula Musailamah al-Kadzdzab yang telah muncul bahkan pada masa Nabi masih hidup.

Oleh karena itu, bisa dibenarkan bila Salafi Wahabi masuk dalam kategori yang disitir oleh hadis di atas. Sebab ajaran Salafi Wahabi baru muncul pada abad-18 Masehi, atau 1200 tahun setelah masa Rasulullah Saw. Pendiri Salafy Wahabi, Muhammad bin Abdil Wahhab, pun baru wafat pada tahun 1206 Hijriah/1792 Masehi.”))

demikian pernyataan Idahram.

Bantahan terhadap igauan Idahram ini dari beberapa sisi;

PERTAMA :  Kontradiksi Idahram dan DR Said Aqil Sirooj

Idahram nekat memvonis bahwa yang dimakasud oleh Nabi dengan khawarij adalah kaum Salafi Wahabi. Ternyata hal ini bertentangan dengan pernyataan DR Said Aqil Sirooj yang berkata, :

“Diantara kesimpulannya adalahSalafi Wahabi bukanlah Khawarij. Karena Khawarij muncul pada tahun ke 37 Hijriyah di awal perkembangan Islam, sedangkan Salafi Wahabi baru hadir di abad-18 Masehi, atau 1200 tahun setelah masa Rasulullah Saw. yang ditandai dengan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab (w.1206 H/1792 M). Namun demikian, ada beberapa sisi kesamaan”

Lantas mana yang kita benarkan?, kesimpulan Idahram ataukah Sang Doktor??. Meskipun hingga saat ini kebingungan masih berkecamuk di benak saya, kok bisa sang Doktor memberi pengantar kepada buku Idahram yang banyak berisi kedustaan??, terlebih lagi kesimpulan sang Doktor bertentangan dengan kesimpulan Idahram??!!.

KEDUA : Perhatikanlah pendalilan DR Said Aqil Siroj yang menjadikan beliau berkesimpulan bahwa Salafy bukanlah Khawarij !!!, beliau berkata, “Karena Khawarij muncul pada tahun ke 37 Hijriyah di awal perkembangan Islam, sedangkan Salafi Wahabi baru hadir di abad-18 Masehi, atau 1200 tahun setelah masa Rasulullah Saw. yang ditandai dengan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab (w.1206 H/1792 M)”.

Ternyata DR Said tidak memahami makna “Akhir Zaman”, sebagaimana yang dipahami oleh idahram !!

KETIGA :  Igauan idahram ini menyelisihi pemahaman para sahabat yang meriwayatkan hadits-hadits tentang khawarij, seperti Ali bin Tholib, Sahl bin Hunaif dan Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhum. Tentunya para sahabat yang meriwayatkan hadits-hadits tentang khawarij lebih paham tentang maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari pada Idahram yang hanya bisa mengigau.

Sesungguhnya hadits-hadits yang mengabarkan bahwa khawarij akan muncul di akhir zaman diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thoolib radhiallahu ‘anhu.

عن سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ قَالَ أَخْبَرَنِى زَيْدُ بْنُ وَهْبٍ الْجُهَنِىُّ : أَنَّهُ كَانَ فِى الْجَيْشِ الَّذِينَ كَانُوا مَعَ عَلِىٍّ رضي الله عنه الَّذِينَ سَارُوا إِلَى الْخَوَارِجِ فَقَالَ عَلِىٌّ رضي الله عنه : أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ : « يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِى يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْئ وَلاَ صَلاَتُكُمْ إِلَى صَلاَتِهِمْ بِشَيْئ وَلاَ صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ بِشَيْئ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسَبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمْ  تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الإِسْلاَمِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لَوْ يَعْلَمُ الْجَيْشُ الَّذِينَ يُصِيبُونَهُمْ مَا قُضِىَ لَهُمْ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِمْ -صلى الله عليه وسلم- لاَتَّكَلُوا عن الْعَمَلِ وَآيَةُ ذَلِكَ أَنَّ فِيهِمْ رَجُلاً لَهُ عَضُدٌ وَلَيْسَ لَهُ ذِرَاعٌ عَلَى رأس عَضُدِهِ مِثْلُ حَلَمَةِ الثَّدْىِ عَلَيْهِ شَعَرَاتٌ بِيضٌ ». أَفَتَذْهَبُونَ إِلَى مُعَاوِيَةَ وَأَهْلِ الشَّامِ وَتَتْرُكُونَ هَؤُلاَءِ يَخْلُفُونَكُمْ فِى ذَرَارِيِّكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَاللَّهِ إِنِّى لأَرْجُو أَنْ يَكُونُوا هَؤُلاَءِ الْقَوْمَ فَإِنَّهُمْ قَدْ سَفَكُوا الدَّمَ الْحَرَامَ وَأَغَارُوا فِى سَرْحِ النَّاسِ فَسِيرُوا عَلَى اسْمِ اللَّهِ. قَالَ : سَلَمَةُ بْنُ كُهَيْلٍ : فَنَزَّلَنِى زَيْدُ بْنُ وَهْبٍ مَنْزِلاً مَنْزِلاً حَتَّى مَرَّ بِنَا عَلَى قَنْطَرَةٍ قَالَ فَلَمَّا الْتَقَيْنَا وَعَلَى الْخَوَارِجِ يومئذ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ الرَّاسِبِىُّ فَقَالَ لَهُمْ : أَلْقُوا الرِّمَاحَ وَسُلُّوا السُّيُوفَ مِنْ جُفُونِهَا فَإِنِّى أَخَافُ أَنْ يُنَاشِدُوكُمْ كَمَا نَاشَدُوكُمْ يَوْمَ حَرُورَاءَ قَالَ : فَوَحَّشُوا بِرِمَاحِهِمْ وَاسْتَلُّوا السُّيُوفَ وَشَجَرَهُمُ النَّاسُ بِرِمَاحِهِمْ – قَالَ – وَقَتَلُوا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضِهِمْ . قَالَ : وَمَا أُصِيبَ مِنَ النَّاسِ يَوْمَئِذٍ إِلاَّ رَجُلاَنِ فَقَالَ عَلِىٌّ عَلَيْهِ رضي الله عنه : الْتَمِسُوا فِيهِمُ الْمُخْدَجَ فَلَمْ يَجِدُوا قَالَ : فَقَامَ عَلِىٌّ رضى الله عنه بِنَفْسِهِ حَتَّى أَتَى نَاسًا قَدْ قُتِلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ فَقَالَ : أَخِّرُوهُمْ فَوَجَدُوهُ مِمَّا يَلِى الأَرْضَ فَكَبَّرَ ثم قَالَ : صَدَقَ اللَّهُ وَبَلَّغَ رَسُولُهُ. فَقَامَ إِلَيْهِ عَبِيدَةُ السَّلْمَانِىُّ فَقَالَ : يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ وَاللَّهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ لَقَدْ سَمِعْتَ هَذَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ : إِى وَاللَّهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ حَتَّى اسْتَحْلَفَهُ ثَلاَثًا وَهُوَ يَحْلِفُ.

“Dari Salamah bin Kuhail berkata, Telah mengabarkan kepadaku Zaid bin Wahb Al-Juhani bahwasanya ia termasuk pasukan yang bersama Ali bin Abi Tholib yang pasukan tersebut berjalan menuju khawarij. Maka Ali radhiallahu ‘anhu berkakata, “Wahai pasukan, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : ((akan keluar suatu kaum dari umatku mereka membaca Al-Qur’an, bacaan Al-Qur’an kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan bacaan Al-Qur’an mereka, demikian pula sholat kalian dibandingkan sholat mereka, juga puasa kalian dibandingkan puasa mereka. Mereka membaca Al-Qur’an, mereka menyangka bahwasanya al-Qur’an membela mereka, padahal al-Qur’an membantah mereka. Sholat mereka tidak melebihi kerongkongan mereka, mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah (tembus) keluar dari (badan) binatang buruannya. Jika seandainya pasukan yang memerangi mereka mengetahui pahala yang dijanjikan bagi mereka melalui lisan Nabi mereka shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sungguh mereka akan mencukupkan bersandar kepada pahala tersebut dari amalan (sholeh yang lain).  Dan tandanya yaitu diantara mereka (khawarij) ada seseorang lelaki (buntung) hanya memiliki lengan atas tanpa lengan bawah, dan di ujung lengan atasnya ada seperti puting buah dada, padanya beberapa helai rambut putih))

Maka apakah kalian pergi menuju Mu’awiyah dan penduduk Syam lantas kalian meninggalkan mereka ini?, Mereka akan merampas keturunan kalian dan membunuh mereka serta merampas dan merusak harta kalian. Demi Allah aku sungguh benar-benar berharap jika mereka ini adalah kaum khawarij, karena mereka telah menumpahkan darah yang haram, mereka telah menyerang dan merusak hewan-hewan ternak masyarakat, maka berjalanlah kalian di atas nama Allah.

Salamah bin Kuhail berkata, “Maka Zaid bin Wahb menurunkan aku di tempat demi tempat, hingga akhirnya kami melewati sebuah jembatan (*yaitu sekitar lokasi peperangan pasukan Ali dan khawarij), ia berkata :

Tatkala kami bertemu khawarij, dan tatkala itu khawarij dipimpin oleh Abdul Wahhab Ar-Roosibi, maka Alipun berkata kepada pasukannya, “Lemparkanlah tombak-tombak kalian, keluarkanlah pedang-pedang kalian dari sarungnya, karena sesungguhnya aku khawatir mereka akan meminta perdamaian sebagaimana mereka meminta damai tatkala peristiwa Haruuroo’ !!”. Maka merekapun melemparkan tombak-tombak mereka dari jauh dan terbentangkanlah pedang-pedang mereka, dan pasukan Ali pun menikam mereka (khawarij) dengan tombak-tombak mereka. Akhirnya mereka membunuh khawarij hingga mayat mereka bertumpukan. Tidak ada dari pasukan Ali yang terluka kecuali hanya dua orang. Maka Ali berkata, “Carilah si cacat (*yaitu lelaki buntung) !!”. Akan tetapi mereka tidak menemukannya. Maka Alipun lalu mencari sendiri, hingga akhirnya ia mendatangi mayat-mayat (khawarij) yang bertumpukan, lalu ia berkata, “Pindahkan mereka !”. Merekapun mendapati si cacat tersebut tergeletak di tanah, maka Ali pun bertakbir dan berkata, “Sungguh maha benar Allah, dan Rasul Nya telah menyampaikan.” Maka ‘Ubaidah As-Salmani mendatangi Ali lalu berkata, “Wahai amirul mukminin, demi Allah Dzat yang tidak ada sesembahan melainkan Dia, apakah engkau telah mendengar ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Ali berkata, “iya, Demi Allah Dzat yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia”, sampai ‘Abidah meminta sumpah kepada Ali sebanyak tiga kali dan Ali pun bersumpah sebanyak tiga kali” (HR Muslim no 1066)

Kisah di atas jelas menunjukkan bahwa Ali bin Abi Tholib yang meriwayatkan hadits-hadits tentang khawarij, yang telah meriwayatkan hadits bahwa khawarij muncul di akhir zaman, beliau telah memahami bahwa maksud Nabi dengan kaum khawarij adalah kaum yang diperangi oleh Ali bin Abi Tholib. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan tentang ciri-ciri kaum khawarij yang dianjurkan untuk diperangi dan diberi ganjaran yang besar, yaitu diantara pasukan khawarij ada seorang yang cacat yaitu buntung tangannya.

Karenanya Ali bin Tholib tidak memberikan kesempatan kepada kaum khawarij untuk meminta perdamaian, akan tetapi beliau langsung memerintahkan pasukannya menyerang dari arah jauh agar beliau dan pasukannya mendapatkan ganjaran besar yang dijanjikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Igauan Idahram ini juga menyelisihi pemahaman sahabat Sahl bin Hunaif yang meriwayatkan hadits tentang Khawarij.

عَنْ يُسَيْرِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ دَخَلْتُ عَلَى سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ فَقُلْتُ حَدِّثْنِي مَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي الْحَرُورِيَّةِ قَالَ أُحَدِّثُكَ مَا سَمِعْتُ لَا أَزِيدُكَ عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ قَوْمًا يَخْرُجُونَ مِنْ هَاهُنَا وَأَشَارَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْعِرَاقِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ قُلْتُ هَلْ ذَكَرَ لَهُمْ عَلَامَةً قَالَ هَذَا مَا سَمِعْتُ لَا أَزِيدُكَ عَلَيْهِ

Dari Yusair bin ‘Amr  berkata, “Aku menemui Sahl bin Hunaif (radhiallahu ‘anhu) lalu aku berkata, “Sampaikanlah kepadaku hadits yang engkau dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Haruriyah“. Sahl berkata, Aku akan menyampaikan kepada engkau hadits yang aku dengar dan aku tidak akan menambah-nambahi. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut suatu kaum yang keluar dari arah sini -dan Nabi mengisyaratkan tangannya ke arah Iraq- mereka membaca Al-Qur’an akan tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah tembus dari badan hewan buruannya”.

Aku (yaitu Yusair bin ‘Amr) berkata, “Apakah Nabi menyebutkan suatu tanda tentang mereka?”, Sahl berkata, “Ini yang aku dengar, aku tidak menambah-nambahinya” (HR Ahmad no 15977)

Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata :

وفي هذا أن سهل بن حنيف صرَّح بأن الحرورية هم المراد بالقوم المذكورين في أحاديث هذين البابين

“Dan dalam hadits ini menunjukkan bahwasanya Sahl bin Hunaif (radhiallahu ‘anhu) menegaskan bahwasanya Al-Haruriyah (*yaitu khawarij yang memberontak kepada Ali bin Abi Tholib) merekalah yang dimaksud dengan kaum yang disebutkan dalam hadits-hadits pada dua bab ini” (Fathul Baari 12/302), Maksud Ibnu Hajar yaitu hadits-hadits tentang khawarij yang dibawakan oleh Imam Al-Bukhari dalam shahihnya dalam dua bab, yaitu bab قَتْلُ الْخَوَارِجِ وَالْمُلْحِدِيْنَ “Membunuh kaum khawarij dan kaum  mulhid” dan bab مَنْ تَرَكَ قِتَالَ الْخَوَارِجِ لِلتَّأْلِيْفِ “Orang yang tidak memerangi khawarij untuk mengambil hati”

Ibnu Hajar juga menyatakan bahwa Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu juga menyatakan bahwa kaum khawarij yang dimaksudkan oleh Nabi dalam hadits-haditsnya adalah khawarij haruriyah yang memberontak kepada Ali bin Abi Tholib. (lihat Fathul Baari 12/302)

KEEMPAT : Para ulama yang menjelaskan tentang makna sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kemunculan khawarij “Di akhir zaman” sepakat bahwa yang dimaksud oleh Nabi adalah khawarij yang muncul di zaman Ali bin Abi Thoolib. Karenanya Ibnu Hajar –salah seorang ulama besar madzhab Syafii- berkata:

“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ((Akan keluar sebuah kaum di akhir zaman)), demikianlah lafal dalam riwayat ini, dan juga dalam lafal hadits Abu Barzah di sunan An-Nasaai ((Keluar suatu kaum di akhir zaman)), dan hal ini bisa jadi menyelisihi hadits (yang diriwayatkan oleh) Abu Sa’iid Al-Khudri yang disebutkan dalam bab ini dan bab setelahnya, karena konsekuensi dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri bahwasanya kahwarij muncul di masa khilafah Ali bin Abi Thhloib. Dan demikian juga mayoritas hadits-hadits yang datang yang menjelaskan tentang perkara khawarij.

Ibnu At-Tiin menjawab akan hal ini bahwasanya yang dimaksud dengan “zaman” di sini adalah zaman para sahabat. Akan tetapi jawaban beliau ini ada kritikan. Karena akhir zaman para sahabat Nabi adalah pada awal tahun 100 Hijriyah, padahal kaum khawarij telah muncul lebih dari 60 tahun sebelum itu (*karena khawarij diperangi oleh Ali sekitar tahun 37 H-pen). Dan memungkinkan untuk dikompromikan bahwa yang dimaksud dengan “akhir zaman” adalah “zaman khilafah nubuwwah”. Karena hadits Safinah yang dikeluarkan dalam kitab-kitab sunan dan juga shahih Ibnu Hibbaan dan yang lainnya secara marfu’ (Nabi bersabda) :

“Khilafah setelahku selama 30 tahun, setelah itu jadilah kerajaan”

Dan kisah khawarij dan peperangan mereka di Nahrowan terjadi di akhir-akhir masa kekhilafahan Ali yaitu 28 tahun setelah wafatnya Nabi, yaitu 30 tahun dikurangi 2 tahun” (Fathul Baari 12/287)

Ibnu Hajar telah menjelaskan bahwasanya para ulama tidak berselisih tentang bahwa yang dimaksud oleh Nabi dengan kaum khawarij yang akan muncul di akhir zaman adalah kaum khawarij yang diperangi oleh Ali bin Abi Tholib, sehingga akhirnya mereka menafsirkan lafal “Akhir zaman” yaitu zamannya para sahabat atau zaman khilafah nubuwwah.

Adapun hadits Abu Sa’id Al-Khudri yang dimaskud oleh Ibnu Hajar adalah sebagai berikut :

أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْسِمُ قِسْمًا، أَتَاهُ ذُو الخُوَيْصِرَةِ، وَهُوَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ، فَقَالَ: «وَيْلَكَ، وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ، قَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ». فَقَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ائْذَنْ لِي فِيهِ فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ؟ فَقَالَ: «دَعْهُ، فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلاَتَهُ مَعَ صَلاَتِهِمْ، وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ، يَقْرَءُونَ القُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، يُنْظَرُ إِلَى نَصْلِهِ فَلاَ يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ، ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى رِصَافِهِ فَمَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ، ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى نَضِيِّهِ، – وَهُوَ قِدْحُهُ -، فَلاَ يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ، ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى قُذَذِهِ فَلاَ يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ، قَدْ سَبَقَ الفَرْثَ وَالدَّمَ، آيَتُهُمْ رَجُلٌ أَسْوَدُ، إِحْدَى عَضُدَيْهِ مِثْلُ ثَدْيِ المَرْأَةِ، أَوْ مِثْلُ البَضْعَةِ تَدَرْدَرُ، وَيَخْرُجُونَ عَلَى حِينِ فُرْقَةٍ مِنَ النَّاسِ» قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: فَأَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ هَذَا الحَدِيثَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ قَاتَلَهُمْ وَأَنَا مَعَهُ، فَأَمَرَ بِذَلِكَ الرَّجُلِ فَالْتُمِسَ فَأُتِيَ بِهِ، حَتَّى نَظَرْتُ إِلَيْهِ عَلَى نَعْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي نَعَتَهُ

Bahwaasanya Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu berkata :

“Tatkala kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang membagi pembagian, datanglah Dzul Khuwaishiroh, dan ia adalah seseorang dari Bani Tamim, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, berbuat adil-lah engkau!”. Nabi berkata, “Celaka engkau, siapa lagi yang adil jika aku tidak adil, sungguh engkau telah merugi jika aku tidak adil”. Lalu Umar berkata, “Wahai Rasulullah izinkanlah aku untuk memenggal kepalanya?”. Rasulullah berkata, ((Biarkanlah dia, karena sesungguhnya ia memiliki sahabat (*para pengikutnya)  yang salah seorang dari kalian akan menyepelekan sholatnya dibandingkan sholat mereka, puasanya dibandingkan puasa mereka. Mereka membaca Al-Qur’an akan tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah (menembus badan) hewan buruan. Dilihat kepada besi anak panah maka tidak didapatkan apapun (*baik daging maupun darah binatang buruan-pen), kemudian di lihat di belakang anak panah (*tempat diletakannya tali busur panah-pen) maka tidak didapati sesuatupun, kemudian dilihat di batang anak panahnya maka tidak didapatkan sesuatu, kemudian dilihat di bulu anak panah maka tidak didapatkan sesuatupun, anak panah telah mendahului isi perut dan darah. Tanda mereka adalah seseorang berkulit hitam, salah satu dari kedua lengan atasnya seperti buah dada wanita atau seperti sepotong daging yang bergerak-gerak. Dan mereka muncul tatkala terjadi perpecahan diantara manusia))

Abu Sa’id Al-Khudri berkata : Aku bersaksi bahwasanya aku mendengar hadits ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan aku bersaksi bahwsanya Ali bin Abi Tholib telah memerangi mereka dan aku bersama beliau, lalu Ali memerintahkan untuk mencari lelaki tersebut, lalu dicari dan didapatkanlah lelaki tersebut dan didatangkan lelaki tersebut, hingga akupun melihatnya sebagaimana yang disifatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR Al-Bukhari no 3610)

KELIMA : Para ulama telah menyebutkan dalam kaidah bahwasanya hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saling menafsirkan satu terhadap yang lainnya. Dalam hadits Ali bin Abi Tholib disebutkan bahwasanya khawarij akan muncul di “akhir zaman”, maka kita menafsirkan makna “akhir zaman” ini dengan merujuk kepada lafal hadits-hadits yang lain. Setelah memperhatikan lafal-lafal hadits-hadits yang lain, baik yang juga diriwayatkan oleh Ali bin Abi Tholib maupun yang diriwayatkan oleh para sahabat yang lain maka kita dapati bahwa maksud Nabi dengan “akhir zaman” adalah akhir zaman sahabat atau akhir zaman khilaafah nubuwwah –sebagaimana telah lalu penjelasan Al-Hafiz Ibnu Hajar-.

KEENAM :  Idahram berkata, “Ini berarti keberadaan mereka tidak dekat dengan zaman Rasulullah Saw., alias jauh”

“Tidak dekat” atau “Jauh” merupakan kata yang mengandung makna yang relatif dan nisbi. Akan tetapi Idahram dengan nekatnya menentukan bahwa “jauh” maknanya hingga munculnya gerakan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yaitu sekitar 12 abad sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas kenapa dia tidak memilih makna “jauh” atau “akhir zaman” yaitu pada abad-abad sebelumnya atau sesudahnya??!!. Bukankah 4 abad atau 22 abad juga jauh dari zaman Nabi??. Bahkan bukankah lafal “akhir zaman” juga bisa berarti penghujung zaman menjelang hari kiamat??.

KETUJUH :  Para ulama ahli firqoh-firqoh Islam telah menyebutkan dalam buku-buku mereka tentang firqoh-firqoh Khawarij. Silahkan para pembaca merujuk kepada kitab-kitab berikut ini

–         Maqoolaat Al-Islaamiyin wa ikhtilaaf al-Musholliin karya Abul Hasan Al-‘Asy’ari

–         Al-Farqu baina Al-Firoq karya Abdul Qoohir Al-Baghdaadiy

–         Al-Fishol karya Ibnu Hazm Al-Andalusi

–         Al-Milal wa An-Nihal karya As-Syahristaani

Mereka semua telah menjelaskan tentang sekte-sekte khawarij, bahkan Abdul Qohir Al-Baghdadi menyebutkan bahwasanya ada 20 sekte khawarij, diantaranya adalah sekte Al-Azaariqoh, sekte As-Sufriyah, sekte An-Najdaat, dan sekte Al-‘Ibaadiyah. Sebagian sekte-sekte ini masih terus ada hingga zaman penulisan kitab para penulis di atas, yaitu keberadaan Khawarij yang muncul sejak zaman Ali bin Abi Tholib terus masih ada kelanjutannya dan tidak punah hingga zaman para penulis di atas.

Abdul Qoohir Al-Baghdaadi yang wafat pada tahun 429 H (abad ke lima) berkata dalam kitabnya Al-Farqu bainal Firoq

“Tatkala Najdah (*pendiri sekte khawarij An-Najdaat) terbunuh maka jadilah sekte khawarij An-Najdaat terpecah menjadi 3 golongan, (1) golongan yang mengkafirkan Najdah…. (2) golongan yang memberi udzur kepada Najdah atas perbuatannya, dan merekalah sekte An-Najdaat yang ada pada hari ini” (Al-Farqu baina al-Firoq hal 90)

Bukankah abad ke 5 hijriyah juga termasuk jauh dari zaman Nabi?, lantas kenapa Idahram memilih abad 12 sebagai waktu munculnya khawarij?. Idahram berkata,

“Oleh karena itu, bisa dibenarkan bila Salafi Wahabi masuk dalam kategori yang disitir oleh hadis di atas. Sebab ajaran Salafi Wahabi baru muncul pa da abad-18 Masehi, atau 1200 tahun setelah masa Rasulullah Saw. Pendiri Salafy Wahabi, Muhammad bin Abdil Wahhab, pun baru wafat pada tahun 1206 Hijriah/1792 Masehi”

Bahkan bukankah sekte khawarij Ibadhiyah hingga saat ini masih eksis di negara Oman?!!

KEDELAPAN : Dakwah Salafy Wahabi bukanlah muncul sejak zaman Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.

Idahram sendiri telah menyatakan bahwa dakwah Salafi Wahabi adalah perpanjangan dari dakwah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Idahram berkata, “Pendiri Wahabi ini sangat mengagumi Ibnu Taimiyyah, seorang ulama kontroversial yang hidup di abad ke-8 Hijriyah dan banyak mempengaruhi cara berpikirnya” (Sejarah Berdarah… hal 27)

Bahkan sampai sering terdengar bahwa Ibnu Taimiyyah adalah ulama wahabi, padahal Ibnu Taimiyyah wafat 4 abad sebelum lahirnya Muhammad bin Abdil Wahhab.

Jika perkaranya demikian, lantas kenapa Idahram tidak menyatakan bahwa gerakan Salafy Wahabi sudah muncul sejak abad ke-8 hijriyah??!!

Bukankah yang terpengaruh dengan dakwah Ibnu Taimiyyah selain Muhammad bin Abdil Wahhab juga banyak dari kalangan para ulama??, contohnya Ibnul Qoyiim, Imam Adz-Dzahabi As-Syafii, dan Imam Ibnu Katsir rahimahulullah??? Apakah mereka semua juga adalah kaum salafi khawarij???!!

bersambung…

 

Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja

Membongkar Koleksi Dusta Syaikh Idahram 1 – Muqoddimah

Alhamdulilah, segala puji senantiasa kita panjatkan kepada bagi Allah yang senantiasa memberikan limpahan karuniaNya, semoga salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga beliau serta seluruh sahabat beliau.

Membela harkat dan martabat sesama muslim merupakan ibadah yang sangat mulia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيْهِ رَدَّ اللهُ عَنْ وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa yang membela kehormatan saudaranya maka Allah akan membela wajahnya dari api neraka pada hari kiamat” (HR At-Thirmidzi no 1931, dan dishasankan oleh At-Thirmidzi, dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Terlebih lagi jika yang dibela adalah harkat dan martabat ulama yang memiliki jasa yang besar bagi kaum muslimin sekelas Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah, seorang tokoh dan pejuang dakwah yang bermadzhab hanbali, yang dengan jasa beliau maka berdirilah kerajaan Arab Saudi yang aman dan tenang dan merupakan satu-satunya negara yang menerapkan hukum dan syari’at Islam.

Pembelaan terhadap beliau –rahimahullah- bukanlah berangkat dari meyakini akan kemaksuman beliau, karena merupakan aqidah yang sangat mendasar bagi setiap muslim bahwasanya tidak ada yang terjaga dari kesalahan kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (Berbeda halnya dengan kaum syi’ah yang meyakini bahwa imam-imam mereka adalah maksum -sebagaimana akan datang penjelasannya-). Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata :

مَا مِنْ أَحَدٍ إِلاَّمَأْخُوْذٌ مِنْ قَوْلِهِ وَمَرْدُوْدٌ عَلَيْهِ إِلاَّ صَاحِبَ هَذَا الْقَبْرِ

“Tidak seorangpun kecuali perkataannya bisa diterima dan bisa ditolak, kecuali penghuni kuburan ini”, Imam Malik mengisyaratkan kepada kuburan Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam.

Bahkan hal ini pulalah yang diserukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Beliau berkata, “Alhamdulillah aku tidaklah menyeru kepada madzhab seorang sufi atau seorang faqih, atau soerang ahli kalam/filsafat, atau madzhab seorang imam dari para imam yang aku agungkan seperti Ibnul Qoyyim, Adz-Dzhabi, Ibnu Katsir, dan selain mereka, akan tetapi aku menyeru kepada Allah semata, tidak ada syarikat bagiNya, dan aku menyeru kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah beliau wasiatkan kepada generasi awal umat beliau dan juga generasi akhir. Aku berharap untuk tidak menolak kebenaran jika telah datang kepadaku. Bahkan aku mempersaksikan Allah dan malaikat-malaikatNya serta seluruh makhluknya bahwa jika datang dari kalian sebuah kalimat kebenaran maka sungguh aku akan menerimanya dengan tunduk dan patuh, dan aku akan melemparkan seluruh perkataan para imamku yang menyelisihi kebenaran tersebut kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena sesungguhnya beliau tidaklah mengucapkan kecuali kebenaran” (Mu’allafaat As-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhaab, Al-Qism al-Khoomis (Ar-Rosaail As-Syakhsiyah) hal 252)

Demikian pula yang diyakini setiap salafy bahwasanya Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab bukanlah seorang yang maksum.

Akan tetapi membela harkat dan martabat syaikh  Muhammad bin Abdil Wahhab dikarenakan jasa dan perjuangan beliau yang sangat besar dalam membela agama Islam. Seorang yang adil dalam memandang tentunya mengetahui bahwasanya syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab adalah seorang ulama yang menjunjung tinggi tauhid dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jika dahulu organisasi Muhammadiah, Persis, dan Al-Irsyad dikenal dengan organisasi dakwah anti TBC (Takhayul, Bida’ah, dan Churofat) maka demikianlah sesungguhnya hakekat dakwah yang diserukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Tidak ada yang beliau serukan kepada masyarakat kecuali untuk meninggalkan takhayyul, bid’ah, dan khurofat. Beliau menyeru masyarakat untuk meninggalkan kesyirikan –dengan segala bentuknya- dan agar kembali kepada sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam peribadatan.

Tentunya kita sadar bahwasanya masih banyak masyarakat Indonesia yang belum paham benar tentang kemurnian tauhid, karenanya masih banyak diantara mereka yang terjerumus dalam praktek-praktek kesyirikan, khurofat, dan takhayyul. Betapa banyak masyarakat Indonesia yang hobi dan “demen” pergi ke dukun, hobi menggunakan jimat-jimat, hobi memberi sesajen-sesajen…., masih percaya kepada ramalan-ramalan…masih hobi meminta kepada ruh-ruh mayat-mayat yang sudah dikuburkan…, yang ini semua adalah praktik-praktik yang sejak dulu diperangi oleh organiasai-organisasi wahabi seperti Muhammadiah, Al-Irsyad, dan Persis. Dan TBC itulah yang juga hingga saat ini diperangi oleh gerakan dakwah salafi. TBC itulah yang diperangi oleh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah dalam dakwah beliau.

Jika kita mempelajari sejarah dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, maka kita dapati ternyata tersebarnya TBC di negerinya –Najd- itulah yang membuat beliau berani “tampil beda” mengingatkan kaumnya untuk memurnikan tauhid dan menegakkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kondisi Najd yang penuh TBC tersebut telah digambarkan oleh sejarawan Ibnu Bisyr dalam kitabnya ‘Unwaan al-Majd fi Taariikh Najd”, ia berkata :

“Kesyirikan tatkala itu tersebar di Najd dan selainnya. Banyak keyakinan-keyakinan terhadap pepohonan, batu-batu, kuburan-kuburan, serta pembangunan bangunan di atas kuburan-kuburan. Mencari barokah dari kuburan-kuburan tersebut dan juga bernadzar untuk kuburan-kuburan tersebut. Adanya isti’aadzah kepada para jin, dan bernadzar kepada mereka, meletakan makanan (sesajen) untuk para jin dan diletakan di pojok-pojok rumah untuk kesembuhan orang yang sakit di rumah dan memberi manfaat kepada mereka. Adanya perbuatan bersumpah kepada selain Allah, serta praktik-praktik kesyirikan lainnya baik syirik besar maupun syirik kecil.

Sebab yang menimbulkan itu semua di Najd –wallahu A’lam- adalah bahwasanya orang-orang badui jika mereka masuk ke negeri-negeri tatkala muslim panen maka bersama mereka beberapa lelaki dan para wanita tukang ngobat (*yaitu orang pintar/dukun). Maka jika salah seorang dari penduduk negeri ada yang sakit atau di sebagian tubuhnya maka keluarganya mendatangi sang wanita tukang ngobat yang datang dari kampung badui. Maka merekapun meminta agar menyembuhkan si sakit. Mereka bertanya kepada para dukun tersebut obat penyakit si sakit, maka para dukun berkata kepada mereka, “Sembelihlah ini dan itu di tempat ini dan itu, bisa jadi kambing yang berbulu sedikit atau domba hitam. Hal ini demi untuk  memantapkan keahlian mereka (*para dukun) di hadapan mereka yang bodoh tersebut. Kemudian para dukun berkata kepada mereka, “Janganlah kalian menyebut nama Allah tatkala menyembelih, dan berikanlah kepada si sakit dari sembelihan tersebut sekian, dan biarkan sekian-sekian dari sembelihan tersebut”.

Dan bisa jadi Allah menyembuhkan si sakit sebagai fitnah/ujian dan istidroj. Dan bisa jadi proses tersebut menepati waktu kesembuhan, hingga akhirnya banyak orang yang melakukan hal ini (pergi ke para dukun tersebut), dan lama-kelamaan akhirnya mereka terjerumus pada perkara-perkara yang besar disebabkan oleh hal ini. Sementara tidak ada orang yang melarang mereka dari praktik-praktik tersebut. Maka Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab pun tegar menegakkan amar  ma’ruf nahi mungkar. Sementara para pemimpin daerah-daerah, serta para tukang zolim diantara mereka tidak mengenal kezoliman kecuali kepada rakyat mereka, serta peperangan diantara mereka” (Unwaan al-Majd fi Taariikh Najd 1/33-34)

Inilah sebab tegaknya dakwah syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab di negerinya.

Tentu saja dakwah yang seperti diserukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab akan mendapati tantangan permusuhan. Terutama dari orang-orang yang ibadahnya dibangun di atas TBC. Dalam hal ini khususnya kaum Syi’ah Rofidhoh dan kaum sufiah, yang diantara kedua kaum ini banyak memiliki persamaan dalam perkara TBC, sebagaimana para pembaca yang budiman akan mendapatinya dalam artikel ini. Terlebih lagi  permasalahan pengagungan kepada para wali penghuni kubur dan pemakmuran kuburan dengan peribadatan-peribadatan. Kaum Syi’ah dikenal dengan peribadatan kepada ahli kubur, yang ternyata hal ini diikuti pula oleh sebagian kaum sufi –baik mereka sadari atau tidak mereka sadari-.

Karenanya tidak didapati penentangan yang keras terhadap dakwah salafy wahabi kecuali dari dua kelompok ini syi’ah dan sufiah.

Padahal apa yang diserukan oleh kaum salafy wahabi itulah ajaran Rasulullah. Kaum salafy wahabi hanyalah menyalurkan apa yang diserukan oleh Nabi mereka Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sesungguhnya kondisi kaum syi’ah Rofidoh dan sebagian kaum sufi terhadap ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang digambarkan oleh Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam perkataannya :

“Barang siapa yang membandingkan antara petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kuburan, apa yang diperintahkan oleh beliau, apa yang dilarang oleh beliau, serta praktik para sahabatnya, dengan kondisi kebanyakan manusia sekarang maka dia akan mendapati bahwa keduanya saling bertentangan dimana tidak akan mungkin bersatu/selaras selama-lamanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sholat ke kuburan (HR Muslim no 972), sementara mereka sholat di kuburan.

Rasulullah melarang menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid (*HR al-Bukhari no 436 dan Muslim no 532), sementara mereka membangun di atas kuburan masjid-masjid yang mereka namakan dengan masyaahid, yang menyaingi rumah-rumah Allah ta’aala.

Rasulullah melarang menyalakan lampu di atas kuburan (*HR Ahmad no 2030, Abu Dawud no 2336 dan At-Thirmidzi no 320), sementara mereka justru mewakafkan harta mereka untuk penyalaan lentera-lentera di atas kuburan.

Rasulullah melarang kuburan dijadikan ‘ied (*HR Abu Dawud no. 2044),  sementara mereka menjadikan kuburan-kuburan tempat perayaan dan tempat-tempat ibadah, mereka berkumpul di kuburan sebagaimana mereka berkumpul tatkala ‘ied, atau bahkan lebih banyak.

Rasulullah memerintahkan untuk meratakan kuburan-kuburan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya

عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الْأَسَدِيِّ، قَالَ: قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ: أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ «أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ»

Dari Abul Hayyaaj al-Asady rahimahullah berkata, “Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata kepadaku, “Tidakkah aku mengutusmu (menugaskanmu) atas apa yang Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menugaskanku?, Tidaklah engkau membiarkan patung kecuali engkau hancurkan, dan tidak pula kuburan yang tinggi kecuali engkau ratakan” (HR Muslim no 969)

Imam Muslim juga meriwayatkan dalam shahihnya dari Tsumaamah bin Syufay berkata:

كُنَّا مَعَ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ بِأَرْضِ الرُّومِ بِرُودِسَ، فَتُوُفِّيَ صَاحِبٌ لَنَا، فَأَمَرَ فَضَالَةُ بْنُ عُبَيْدٍ بِقَبْرِهِ فَسُوِّيَ، ثُمَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَأْمُرُ بِتَسْوِيَتِهَا

Kami bersama Fadholah bin ‘Ubaid radhiallahu ‘anhu di negeri Romawi, yaitu di Rudis, maka salah seorang sahabat kami meninggal. Fadholah bin ‘Ubaid pun memerintahkan agar kuburannya diratakan, kemudian ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk meratakan kuburan” (HR Muslim no 968)

Sementara mereka berlebih-lebihan dalam menyelisihi dua hadits ini, mereka meninggikan kuburan di atas tanah hingga seperti rumah, bahkan mereka membangun di atasnya kubah-kubah.

Rasulullah juga melarang untuk menyemeni/mengapuri kuburan dan membangun bangunan di atasnya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya dari Jabir, ia berkata :

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk menyemen kuburan, duduk diatasnya, dan membangun di atasnya” (HR Muslim no 970)

Rasulullah juga melarang untuk menulis di atas kuburan sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Thirmidzi dalam sunan mereka dari Jabir radhiallahu ‘anhu

نهَىَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ تُجَصَّصَ الْقُبُوْرُ وَأَنْ يُكْتَبَ عَلَيْهَا وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهَا

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kuburan disemeni, dan ditulis di atasnya, dan melarang dibangun di atasnya” (HR Abu Dawud no 3227 dan At-Tirmidzi no 1052), dan At-Thirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih”

Sementara mereka meletakan di atas kuburan-kuburan lempengan-lempengan kayu atau batu, untuk mereka tulisi al-Quran atau yang lainnya.

Rasulullah melarang untuk ditambah di atas kuburan pasir yang selain dari kuburan tersebut, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dari hadits Jabir juga :

نَهَى أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ أَوْ يُكْتَبَ عَلَيْهِ أَوْ يَزَادَ عَلَيْهِ

“Rasulullah melarang kuburan disemen, atau ditulis padanya, atau ditambah padanya” (HR Abu Dawud no 3228).

Sementara mereka –selain pasir- mereka juga menambahkan batu bata, batu-batu, dan semen/kapur kepada kuburan…

Maksudnya intinya adalah mereka para pengagung kuburan yang telah menjadikannya sebagai perayaan, menyalakan lampu-lampu dan lentera-lentera di atasnya, membangun di atasnya masjid dan kubah-kubah telah menentang perkara-perkara yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” (Ighoostah al-Lahfaan 1/197)

Lantas apakah salah jika ada wahabi menyeru kepada sunnah Nabi shallalhu ‘alaihi wa sallam?? Lantas apakah jika ada seseorang yang menegakkan sunnah Nabinya lantas dicap sebagai wahabi khawarij??.

Karenanya sungguh indah syair berikut ini :
Ketika aku putuskan untuk beramal sesuai Al-Quran & Sunnah dengan faham As Salafush Shaleh, Akupun dipanggil Wahabi…

Ketika aku minta segala hajatku hanya kepada Allah subhaanahu wa ta’ala tidak kepada Nabi & Wali .… Akupun dituduh Wahabi

Ketika aku takut mengkafirkan dan memberontak penguasa yang dzalim, Akupun dipasangi platform Wahabi

Ketika aku tidak lagi shalat, ngaji serta ngais berkah di makam-makam keramat… Akupun dijuluki Wahabi

Ketika aku putuskan keluar dari tarekat sekte sufi yang berani menjaminku masuk surga… Akupun diembel-embeli Wahabi

Ketika aku mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanjangkan jenggot, memotong celana diatas dua mata kaki, …,…., Akupun dilontari kecaman Wahabi

Tapi…!

Apabila Wahabi mengajakku beribadah sesuai dengan AlQuran dan Sunnah…Maka aku rela mendapat gelar  Wahabi !

Apabila Wahabi mengajakku hanya menyembah dan memohon kepada Allah subhaanahu wa ta’ala … Maka aku Pe–De memakai mahkota Wahabi !

Apabila Wahabi menuntunku menjauhi syirik, khurafat dan bid’ah… Maka aku bangga menyandang baju kebesaran Wahabi !

Apabila Wahabi mengajakku taat kepada Allah subhaanahu wa ta’ala dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wa sallam … Maka akulah pahlawan Wahabi !

Ada yang bilang.…. Kalau pengikut setia Ahmad shallallahu ‘alaihi wa sallam digelari Wahabi, maka aku mengaku sebagai Wahabi.

Ada yang bilang….. Jangan sedih wahai “Pejuang Tauhid”, sebenarnya musuhmu sedang memujimu, Pujian dalam hujatan….!
Sungguh terlalu banyak fitnah dan tuduhan dusta yang telah dilontarkan kepada beliau. Diantara tuduhan yang santer ditempelkan kepada beliau adalah

Pertama : Tuduhan bahwasanya beliau telah mengkafirkan seluruh umat Islam yang tidak sepaham dengan beliau.

Kedua : Tuduhan bahwasanya beliau adalah satu sekte yang bengis yaitu sekte khawarij yang telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak hadits-haditsnya.

Dua tuduhan inilah yang digembar-gemborkan oleh seorang pendongeng yang menamakan dirinya Syaikh Idahram, dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, mereka membunuh semuanya termasuk para ulama!!!”. Sungguh sebuah judul yang sangat provokatif yang menggambarkan bahwa seorang sosok salafy wahabi adalah sosok yang haus darah kaum muslimin, yang hobi membunuh kaum muslimin bahkan para ulama.

Penulis buku ini menamakan dirinya seorang syaikh…, akan tetapi setelah saya meneliti isi bukunya ternyata dia hanyalah seorang Syaikh pendongeng !!. Para pembaca akan mendapati koleksi kedustaan dongeng dari si idahram ini yang telah saya kumpulkan.

Orang yang mau sedikit berfikir saja sambil melihat kenyataan yang ada maka akan paham bahwasanya idahram ini hanyalah sedang berdongeng. Masyarakat Indoensia telah lama mengenal beberapa organisasi dakwah di tanah air yang berpemahaman wahabi, seperti Muhammadiah, Persis, dan Al-Irsyad. Ketiga organisasi ini telah eksis di Indonesia sejak puluhan tahun lalu hingga sekarang, akan tetapi tidak pernah kita dapati salah seorangpun dari mereka yang haus darah sebagaimana yang digambarkan oleh idahram !!

Demikian juga perjuangan Tuanku Imam Bonjol yang berpemahaman wahabi –dalam perang padri- merupakan kisah sejarah yang telah tercatat dengan tinta emas. Tidak ada satu sejarawan pun yang menggambarkan bahwa Tuanku Imam Bonjol atau salah satu dari pengikutnya “Haus Darah kaum msulimin” sebagaimana yang didongengkan oleh idahram.

Demikian juga dakwah sunnah –yang dikenal dengan dakwah salafy- yang akhir-akhir ini mulai berkembang di tanah air, maka tidak seorangpun dari mereka yang kita dapati haus darah, suka mengkafirkan kaum muslimin, apalagi hobi membunuh kaum muslimin !!!. Lantas dari manakah idahram terispirasi untuk memunculkan kreasi dongengannya??

Disalin dari artikel Ustadz Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja untuk blog AbuAbdurrohman