MUI Jatim : Syiah langgar Pergub, dan lebih dahulu menyerang dengan bom ranjau

  • Gubernur Jawa Timur telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 55 tahun 2012. Pergub ini penguat fatwa MUI Jawa Timur mengenai pelarangan ajaran syiah di Jawa Timur.
  • “Seharusnya mereka (Syiah) tidak boleh lagi menyebarkan aliran-aliran yang sudah difatwa sesat oleh majelis ulama. Namun mereka tetap menyebarkan aliran itu (Syiah).”
  • Dari sikap arogan gerakan Syiah itulah masyarakat Jawa Timur bangkit melawan Syiah. Hal ini disebabkan kelompok Syiah tidak bisa menghargai Pergub nomor 55 tahun 2012 tersebut. Inilah sebenarnya akar permasalahan dari kasus Sampang tersebut.
  • “Saudara-saudara kita di Jawa Timur, khususnya di Sampang, saat ini terzalimi oleh banyak media massa. Pemberitaan yang bias, distorsi dan penuh pemutarbalikan fakta.”
  • Aksi umat Islam ketika itu berlangsung damai, hanya meminta anak-anak Sampang yang ingin disekolahkan di Pesantren milik Syiah di Bangil dan Pekalongan agar membatalkan keberangkatannya.
  • Massa menggiring kelompok Syiah untuk pulang ke rumah. Namun apa yang terjadi, ketika massa umat Islam mulai mendekati kawasan penganut Syiah, tiba-tiba meledaklah ranjau-ranjau yang berisi kelereng, gotri, dan lainnya.
  • “Ranjau-ranjau tersebut nampaknya sudah dipersiapkan, meledak mengenai massa umat Islam. Banyak yang terluka, ranjau-ranjau kelereng itu melesat bertebaran mengenai umat Islam. Korban berjatuhan, bahkan ada yang tangannya nyaris putus.”

JAKARTA – Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Ustadz Muhammad Yunus membantah tudingan-tudingan miring yang selama ini disuarakan oleh LSM-LSM liberal seperti Kontras dan LBH Surabaya yang selalu menyudutkan MUI Jatim dalam beberapa kesempatan di media massa.

”Mereka berbicara tapi tak berdasarkan fakta, sedangkan fakta-fakta yang kami sampaikan sudah dibenarkan oleh aparat kepolisian,” ujar Yunus yang meemberikan klarifikasi saat Acara deklarasi #Indonesia Damai Tanpa Syiah yang diselenggarakan Forum Pemuda Islam Jakarta (Forpija) di Masjid Al-Furqan, Kompleks DDII, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Minggu (16/9).

Muhammad Yunus yang datang mewakili Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad, menjelaskan bahwa konflik yang terjadi di Sampang adalah akumulasi dari beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh kelompok Syiah.

Para ulama di Sampang dan ulama yang tergabung dalam BASRA sebelumnya sudah memperingatkan Syiah Sampang yang dipimpin oleh Ketua Ikatan Jamaah Ahlul Bait cabang Sampang, Tajul Muluk, untuk tidak melakukan upaya penyebaran paham Syiah dan memprovokasi masyarakat.

Para ulama bahkan sudah mengeluarkan beberapa butir pernyataan yang sudah disampaikan kepada aparat pemerintah dan aparat keamanan di Madura. “Bahkan kami mendapat dukungan dari Pak Karwo, Gubernur Jawa Timur,lewat Peraturan Gubernur (Pergub) No.55 tahun 2012,” tegasnya yang tampil ke podium dengan semangat berapi-api membeberkan fakta dan data terkait apa yang sesungguhnya terjadi di Sampang.

Gubernur Jawa Timur telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 55 tahun 2012. Pergub ini penguat fatwa MUI Jawa Timur mengenai pelarangan ajaran syiah di Jawa Timur.

Sikap Pemerintah Jawa Timur ini harusnya menjadi teladan dalam bersinergi terhadap independensi ulama mengawal akidah umat.

“Seharusnya mereka (Syiah) tidak boleh lagi menyebarkan aliran-aliran yang sudah difatwa sesat oleh majelis ulama. Namun mereka tetap menyebarkan aliran itu (Syiah),” jelas lelaki yang juga Sekretaris Jenderal Gerakan Umat Islam Bersatu Jawa Timur (GUIB) yang terdiri dari 52 ormas Islam di Jawa Timur.

Dari sikap arogan gerakan Syiah itulah masyarakat Jawa Timur bangkit melawan Syiah. Hal ini disebabkan kelompok Syiah tidak bisa menghargai Pergub nomor 55 tahun 2012 tersebut. Inilah sebenarnya akar permasalahan dari kasus Sampang tersebut.

“Saudara-saudara kita di Jawa Timur, khususnya di Sampang, saat ini terzalimi oleh banyak media massa. Pemberitaan yang bias, distorsi dan penuh pemutarbalikan fakta,” jelasnya

Muhammad Yunus menyatakan seluruh ormas Islam di Jatim, baik NU, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad,

Hidayatullah, dan lain-lain sudah sepakat bahwa keberadaan Syiah di Jatim sangat meresahkan dan mengganggu stabilitas keamanan.

”Kami dari GUIB yang terdiri dari 52 ormas Islam di Jatim sepakat bahwa pemerintah harus melarang keberadaan Syiah,” terangnya.

Karena berbagai peringatan dan kesepakatan tak diindahkan oleh kelompok Syiah, maka terjadilah peristiwa berdarah di Sampang.

Yunus menegaskan, aksi umat Islam ketika itu berlangsung damai, hanya meminta anak-anak Sampang yang ingin disekolahkan di Pesantren milik Syiah di Bangil dan Pekalongan agar membatalkan keberangkatannya.

Massa menggiring kelompok Syiah untuk pulang ke rumah. Namun apa yang terjadi, ketika massa umat Islam mulai mendekati kawasan penganut Syiah, tiba-tiba meledaklah ranjau-

ranjau yang berisi kelereng, gotri, dan lainnya.

“Ranjau-ranjau tersebut nampaknya sudah dipersiapkan, meledak mengenai massa umat Islam. Banyak yang terluka, ranjau-ranjau kelereng itu melesat bertebaran mengenai

umat Islam. Korban berjatuhan, bahkan ada yang tangannya nyaris putus,” ungkap Yunus.

Provokasi dan ledakan ranjau inilah yang kemudian makin memicu kemarahan umat Islam, sehingga terjadi perang terbuka dengan kelompok Syiah.

“Tim fakta menemukan bukti-bukti soal ranjau tersebut dan aparat pun sudah membenarkan laporan kita,” terangnya.

Sayangnya, hingga hari ini bukti-bukti tersebut tidak ditindaklanjuti. Sebaliknya, pasca peristiwa justru massa umat Islam yang ditangkapi dan diputar balikan fakta sebenarnya seolah-olah pihak syiah lah yang terzalimi. (bilal/arrahmah.comSenin, 17 September 2012 10:28:02

(nahimunkar.com)