Beberapa Adab dan Etika dalam Berdzikir

Dalam Al-Qur`an Al-Karim, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ.

“Dan berdzikirlah kepada Rabb-mu pada dirimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak menjaharkan suara, pada pagi dan petang, serta janganlah kamu termasuk sebagai orang-orang yang lalai.” [Al-A’râf: 205]

Dalam ayat yang mulia ini, terdapat sejumlah adab dan etika berkaitan dengan dzikir kepada Allah Ta’âlâ.

Berikut uraiannya.

Pertama: dalam ayat di atas, termaktub perintah untuk berdzikir kepada Allah. Telah berlalu, pada tulisan sebelumnya, berbagai perintah untuk berdzikir beserta keutamaan berdzikir kepada Allah dan besarnya anjuran dalam syariat untuk hal tersebut. Seluruh hal tersebut memberikan pengertian akan pentingnya arti berdzikir dalam kehidupan seorang hamba.

Kedua: firman-Nya, “Dan berdzikirlah kepada Rabb-mu pada dirimu,” mengukir sebuah etika yang patut dipelihara dalam berdzikir kepada llahi, yaitu dzikir hendaknya dalam diri dan tidak dijaharkan. Yang demikian itu lebih mendekati pintu ikhlas, lebih patut dikabulkan, dan lebih jauh dari kenistaan riya. Ibnul Qayyimrahimahullâh menyebut dua penafsiran frasa “pada dirimu”:

  1. Bermakna dalam hatimu.
  2. Bermakna dengan lisanmu sebatas memperdengarkan diri sendiri.

Namun, penafsiran kedualah yang lebih tepat berdasarkan dalil kelanjutan ayat “… dan dengan tidak menjaharkan suara,” sebagaimana yang akan diterangkan.

Ketiga: firman-Nya, “dengan merendahkan diri,” mengandung etika indah yang patut mewarnai seluruh ibadah, yaitu hendaknya dzikir dilakukan dengan merendahkan diri kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Hal yang demikian lebih mendekati makna ibadah yang mengandung pengertian merendah dan menghinakan diri serta tunduk dan bersimpuh di hadapan-Nya. Dengan menjaga etika ini, seorang hamba akan lebih mewujudkan hakikat penghambaan dan lebih mendekati kesempurnaan rasa tunduk kepada Allah Jallat ‘Azhamatuhu. Kapan saja seorang hamba berpijak di atas kaidah ini dalam seluruh ibadahnya, niscaya ia akan semakin mengenal jati dirinya sebagai seorang hamba yang penuh dengan kelemahan dan kekurangan, sebagai seorang hamba yang harus bersikap tawadhu dan membuang segala kecongkakan.

Keempat: firman-Nya, “Dan berdzikirlah kepada Rabb-mu … dan rasa takut,”maksudnya adalah berdzikirlah kepada Rabb-mu dalam keadaan khawatir bila terdapat kekurangan pada amalanmu dan dalam keadaan takut bila amalanmu tertolak atau tidak diterima. Etika ini adalah ketentuan tetap yang mesti dipelihara oleh setiap muslim dan muslimah dalam melaksanakan setiap ibadah.

Sangatlah banyak keterangan dari Al-Qur`an dan hadits yang mengingatkan etika agung yang banyak dilalaikan oleh sejumlah manusia ini. Di antara keterangan tersebut adalah firman Allah Jalla Jalâluhu yang menjelaskan keadaan orang-orang beriman yang bersegera menuju kebaikan,

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ. أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ.

“Dan orang-orang yang memberikan apa-apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” [Al-Mu`minûn: 60-61]

Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ bertanya kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallamtentang firman-Nya “Dan orang-orang yang memberikan apa-apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut …,” “Apakah yang dimaksud adalah orang yang berzina, mencuri, dan meminum khamar?” Maka Nabi n menjawab,

لاَ يَا بِنْتَ الصِّدِّيْقِ وَلَكِنَّهُ الرَّجُلُ يَصُوْمُ وَيُصَلِّي وَيَتَصَدَّقُ وَهُوَ يَخَافُ أَنْ لاَ يُقْبَلُ مِنْهُ

Bukan, wahai putri Ash-Shiddiq, melainkan yang dimaksud adalah orang yang berpuasa, menunaikan shalat, dan bersedekah, tetapi ia khawatir bila (amalan)nya tidak diterima.” [1]

Kelima: firman-Nya, “dan dengan tidak menjaharkan suara,” juga merupakan etika yang patut diperhatikan karena berdzikir dengan tidak mengeraskan suara akan lebih mendekati khusyu’ serta lebih indah dalam benak dan pikiran. Dalam sebuah riwayat, disebutkan bahwa, dalam sebuah perjalanan, terdapat sekelompok shahabat yang menjaharkan suaranya kala berdoa maka Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada mereka,

أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، إِنَّكُمْ لَيْسَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا، إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا، وَهُوَ مَعَكُمْ

“Wahai sekalian manusia, kuasailah diri-diri kalian dan rendahkanlah suara kalian karena sesungguhnya kalian tidaklah berdoa kepada yang tuli tidak pula kepada yang tidak hadir. Sesungguhnya kalian berdoa kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia bersama dengan kalian.” [2]

Ath-Thabary rahimahullâh berkata, “Hadits (di atas) menunjukkan makruhnya menjaharkan suara ketika berdoa dan berdzikir. Ini adalah pendapat mayoritas ulama salaf dari kalangan shahabat dan tabi’in.”[3]

Dalam hadits Abu Sa’îd Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ فِي الصَّلَاةِ

Ketahuilah bahwa setiap orang di antara kalian bermunajat kepada Rabb-nya maka janganlah sekali-sekali sebagian di antara kalian mengganggu sebagian yang lain, jangan pula sebagian di antara kalian mengangkat suaranya terhadap sebagian yang lain dalam membaca, -atau beliau berkata-, … dalam shalat. [4]

Keenam: hendaknya dzikir itu dilakukan dengan hati dan lisan, bukan dengan hati saja. Etika ini dipetik dari firman-Nya “… dan dengan tidak menjaharkan suara.”Menjaharkan sesuatu berarti mengangkat dan mengumumkan suara. Oleh karena itu, ayat ini adalah nash bahwa dzikir itu dilakukan dengan lisan, tetapi tidak dijaharkan. Demikian simpulan keterangan sejumlah ahli tafsir mengenai ayat ini.

Ketujuh: firman-Nya “… pada pagi dan petang,” menunjukkan keutamaan berdzikir pada dua waktu ini: pagi dan petang. Keistimewaan berdzikir pada dua waktu ini dikarenakan banyaknya ketenangan dan kesempatan pada waktu tersebut, serta kebanyakan urusan kehidupan manusia berada di antara keduanya, sedang para malaikat naik mengangkat amalan hamba pada dua waktu ini. Oleh karena itu, di antara rahmat Allah dan kemurahan-Nya, kita dianjurkan untuk memperbanyak dzikir pada pagi dan petang serta dijanjikan berbagai keutamaan dengan mengamalkan berbagai dzikir yang dituntunkan pada dua waktu itu. Insya Allah, pada tulisan yang akan datang, akan dijelaskan berbagai dzikir yang dituntunkan untuk dibaca pada pagi dan petang.

Kedelapan: pada akhir ayat diterangkan, “… serta janganlah kamu termasuk sebagai orang-orang yang lalai,” yaitu janganlah engkau termasuk sebagai orang-orang yang dilupakan dan dipalingkan dari berdzikir kepada Allah sebab Allah Ta’âlâtelah mengingatkan,

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ.

“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa terhadap Allah maka Allah menjadikan mereka lupa terhadap diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” [Al-Hasyr: 19]

Allah ‘Azza wa Jalla menjelaskan sifat orang yang beriman,

فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ. رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ.

“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid, yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada pagi dan petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan tidak pula oleh jual beli dari berdzikir kepada Allah, (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut terhadap suatu hari yang (pada hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.”[An-Nûr: 36-37]

Allah Subhânahu mengabarkan bahaya terhadap orang-orang yang berpaling dari dzikir,

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ.

“Barangsiapa yang berpaling dari dzikir (Allah) Yang Maha Pemurah (Al-Qur`an), Kami mengadakan syaithan (yang menyesatkan) baginya maka syaithan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” [Az-Zukhruf: 36]

لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَمَنْ يُعْرِضْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِ يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا.

“Agar Kami memberi cobaan kepada mereka padanya. Dan barangsiapa yang berpaling dari dzikir kepada Rabb-nya, niscaya dia akan dimasukkan oleh-Nya ke dalam adzab yang amat berat.” [Al-Jinn: 17]

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى.

“Dan barangsiapa yang berpaling dari dzikir kepada-Ku, sesungguhnya penghidupan yang sempit baginya dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” [Thâhâ: 124]

Seluruh nash ayat di atas memberikan pesan dan pelajaran agar seorang hamba tidak pernah putus dari dzikir, walaupun dzikir yang dia lakukan hanya sedikit.

Kesembilan: dari keterangan-keterangan yang berkaitan dengan ayat yang tertera pada awal pembahasan, nampaklah kesalahan yang sering dilakukan oleh sejumlah kaum muslimin yang berdzikir secara berjamaah dan diiringi oleh suara keras. Sesungguhnya hal tersebut adalah sebuah kemungkaran dan bid’ah dalam agama yang tidak pernah dituntunkan oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Etika yang tercatat dalam agama kita adalah apa-apa yang telah kami terangkan. Tiada nukilan sah yang menunjukkan adanya syariat berdzikir secara berjamaah, bahkan yang tercatat dalam perjalanan umat ini adalah bahwa bid’ah pertama yang muncul dalam bab ibadah adalah bid’ah dzikir berjama’ah yang dilakukan oleh sekelompok manusia di Kûfah pada masa Abdullah bin Mas’ûdradhiyallâhu ‘anhu, sedang Abdullah bin Mas’ûd telah mengingkari hal tersebut dan menganggapnya sebagai bid’ah dalam agama yang tidak pernah diamalkan oleh Nabi dan para shahabatnya. Demikianlah keterangan para ulama dalam buku-buku yang menjeiaskan tentang firqah-firqah (sekte-sekte) yang menyimpang dari ajaran Islam yang lurus.

Semoga Allah Ta’âlâ memberi hidayah kepada kita semua menuju jalan yang lurus serta menjaga kita dari fitnah dunia dan kesesatan. Wallâhu A’lam.

 Sumber : dzulqarnain.net


[1] Dikeluarkan oleh Ahmad, At-Tirmidzy, Ibnu Jarîr, Al-Hâkim, dan Al-Baghawy sebagaimana dalam Silsilah Al-Ahâdits Ash-Shahîhah karya Al-Albâny.

[2] Dikeluarkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari hadits Abu Musa Al-Asy’aryradhiyallâhu ‘anhu.

[3] Sebagaimana dinukil dalam Fath Al-Bâry 9/189.

[4] Dikeluarkan oleh Ahmad 3/94, Abu Dawud no. 1332, An-Nasâ`iy dalam Al-Kubrâ`5/32, Ibnu Khuzaimah no. 1162, ‘Abd bin Humaid no. 883, Al-Hâkim 1/454, Al-Baihaqy 3/11 dan dalam Syu’ab Al-Imân 2/543, serta Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhîd 23/318. Dianggap shahih di atas syarat Asy-Syaikhain oleh Syaikh Muqbil sebagaimana dalam Ash-Shahîh Al-Musnad Mimmâ Laisa Fî Ash-Shahîhain.

Mengingat ALLOH di pasar I Fadhilah Dzikir I Berdzikir di Kala Orang-Orang Lalai I Kedho’ifan Do’a Khusus Masuk Pasar

Berdzikir atau mengingat Allah bukanlah hanya di masjid atau tempat shalat. Berdzikir pada Allah itu setiap saat bahkan sampai di tempat keramaian sekalipun seperti pasar. Namun karena kesibukan dunia dan transaksi di pasar, banyak yang lalai dari Allah. Ujung-ujungnya sampai terjerumus dalam perkara yang haram karena merasa tidak ada yang mengawasinya setiap saat.

Fadhilah Dzikir

Kita telah mengetahui bahwa dzikir adalah amalan yang amat utama. Di antara bentuk dzikir adalah menyebut asma’ dan sifat Allah, ditambah perenungan makna dan pengaplikasiannya. Di samping itu, mengingat nikmat Allah juga termasuk bagian dari dzikir. Begitu pula duduk di majelis ilmu untuk mengkaji hukum-hukum Allah juga termasuk dzikir. Demikian macam-macam dzikir yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim semacam dalam kitab beliau Al Wabilush Shoyyib dan Madarijus Salikin.

Di antara keutamaan dzikir sebagaimana disebutkan berikut ini:

(1) Dengan dzikir akan mengusir setan.

(2) Dzikir mudah mendatangkan ridho Ar Rahman.

(3) Dzikir dapat menghilangkan gelisah dan hati yang gundah gulana.

(4) Dzikir menguatkan hati dan badan.

(5) Dzikir menerangi hati dan wajah pun menjadi bersinar.

(6) Dzikir mudah mendatangkan rizki.

(7) Dzikir membuat orang yang berdzikir akan merasakan manisnya iman dan keceriaan.

(8) Hati dan ruh semakin kuat dengan dzikir. Jika seseorang melupakan dzikir maka kondisinya sebagaimana badan yang hilang kekuatan. Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau duduk berdzikir pada Allah Ta’ala sampai beranjak siang. Setelah itu beliau berpaling padaku dan berkata, “Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku” –atau perkataan beliau yang semisal ini-.

(9) Senantiasa berdzikir pada Allah menyebabkan seseorang tidak mungkin melupakan-Nya. Orang yang melupakan Allah adalah sebab sengsara dirinya dalam kehidupannya dan di hari ia dikembalikan. Seseorang yang melupakan Allah menyebabkan ia melupakan dirinya dan maslahat untuk dirinya. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hasyr: 19).

(10) Dzikir adalah obat hati sedangkan lalai dari dzikir adalah penyakit hati. Mak-huul, seorang tabi’in, berkata, “Dzikir kepada Allah adalah obat (bagi hati). Sedangkan sibuk membicarakan (‘aib) manusia, itu adalah penyakit.”

Demikian sebagian keutamaan dzikir yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Al Wabilush Shoyyib.

Berdzikir di Kala Orang-Orang Lalai

Lisan ini diperintahkan untuk berdzikir setiap saat. Dari ‘Abdullah bin Busr, ia berkata,

جَاءَ أَعْرَابِيَّانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ أَحَدُهُمَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ « مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ ». وَقَالَ الآخَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَىَّ فَمُرْنِى بِأَمْرٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. فَقَالَ « لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْباً مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ »

“Ada dua orang Arab (badui) mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas salah satu dari mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, manusia bagaimanakah yang baik?” “Yang panjang umurnya dan baik amalannya,” jawab beliau. Salah satunya lagi bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam amat banyak. Perintahkanlah padaku suatu amalan yang bisa kubergantung padanya.” “Hendaklah lisanmu selalu basah untuk berdzikir pada Allah,” jawab beliau. (HR. Ahmad 4: 188, sanad shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth). Hadits ini menunjukkan bahwa dzikir itu dilakukan setiap saat, bukan hanya di masjid, sampai di sekitar orang-orang yang lalai dari dzikir, kita pun diperintahkan untuk tetap berdzikir.

Abu ‘Ubaidah bin ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, “Ketika hati seseorang terus berdzikir pada Allah maka ia seperti berada dalam shalat. Jika ia berada di pasar lalu ia menggerakkan kedua bibirnya untuk berdzikir, maka itu lebih baik.” (Lihat Jaami’ul wal Hikam, 2: 524). Dinyatakan lebih baik karena orang yang berdzikir di pasar berarti berdzikir di kala orang-orang pada lalai. Para pedagang dan konsumen tentu lebih sibuk dengan tawar menawar mereka dan jarang yang ambil peduli untuk sedikit mengingat Allah barang sejenak.

Lihatlah contoh ulama salaf. Kata Ibnu Rajab Al Hambali setelah membawahkan perkataan Abu ‘Ubaidah di atas, beliau mengatakan bahwa sebagian salaf ada yang bersengaja ke pasar hanya untuk berdzikir di sekitar orang-orang yang lalai dari mengingat Allah. Ibnu Rajab pun menceritakan bahwa ada dua orang yang sempat berjumpa di pasar. Lalu salah satu dari mereka berkata, “Mari sini, mari kita mengingat Allah di saat orang-orang pada lalai dari-Nya.” Mereka pun menepi dan menjauh dari keramaian, lantas mereka pun mengingat Allah. Lalu mereka berpisah dan salah satu dari mereka meninggal dunia. Dalam mimpi, salah satunya bertemu lagi temannya. Di mimpi tersebut, temannya berkata, “Aku merasakan bahwa Allah mengampuni dosa kita di sore itu dikarenakan kita berjumpa di pasar (dan lantas mengingat Allah).” Lihat Jaami’ul wal Hikam, 2: 524).

Kedho’ifan Do’a Khusus Masuk Pasar

Mufti Saudi Arabia di masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya mengenai hadits, barangsiapa yang memasuki pasar lantas mengucapkan ‘laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu yuhyii wa yumiit wa huwa hayyu laa yamuut bi yadihil khoir wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir’, apakah hadits ini  termasuk hadits shahih?

Beliau rahimahullah menjawab, “Berdzikir di pasar dan di rumah adalah suatu yang dituntunkan. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu mengingat Allah dalam segala keadaan. Allah Ta’ala pun berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42)

Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.”(QS. Al Ahzab: 41-42). Oleh karenanya, jika di pasar hendaklah pula berdzikir pada Allah. Di tengah orang banyak, hendaklah pun berdzikir pada-Nya sehingga Allah pun akan mengingat dan menolongnya. Akan tetapi hadits yang disebut di atas dilanjutkan dengan fadhilahnya: barangsiapa yang membacanya maka akan dicatat baginya sejuta kebaikan, dihapus baginya sejuta kejelekan, dan akan ditinggikan derajatnya sejuta derajat. Hadits ini adalah hadits dho’if, tidak shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sejauh telaah yang kami lakukan dari meninjau sanad-sanadnya. Walau hadits ini tidak shahih, bukan berarti seseorang tidak diperkenankan berdzikir pada Allah (di pasar). Tetaplah berdzikir pada Allah walau tidak dibalas dengan ganjaran sebagaimana yang disebutkan dalam hadits tadi. Hendaklah ia banyak mengingat Allah dan itu sudah mendapatkan pahala dan fadhilah yang besar. Tetapi hadits sebagaimana yang ditanyakan tidaklah shahih. (Mawqi’ Syaikh Ibnu Baz: http://binbaz.org.sa/mat/11532)

Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa dzikir akan mendatangkan rasa takut pada Rabb ‘azza wa jalla dan semakin menundukkan diri pada-Nya. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir akan semakin terhalangi dari rasa takut pada Allah. Demikian kata beliau dalam kitab Al Wabilush Shoyyib. Ini menunjukkan bahwa jika seorang muslim rajin mengingat Allah di pasar, ia berarti akan mengindahkan aturan Allah, tidak berbuat curang, takut dusta dan selalu merasa diawasi oleh Allah. Jika demikian perniagannya akan semakin barokah.

Semoga Allah memudahkan kita untuk menjaga lisan terus basah karena berdzikir pada-Nya. Wallahu waliyyut taufiq. [Sakan 27 KSU, Riyadh, KSA, 18 Syawal 1433 H]

Disalin dari artikel Muhammad Abduh Tuasikal untuk blog Abu Abdurrohman

Cara Mudah Mempelajari Aqidah Islam (2)

بسم الله الرحمن الرحيم

Cara Mudah Mempelajari Aqidah Islam (2)

Inilah cara mudah mempelajari Aqidah Islam dari Ringkasan Tanya Jawab bersamaKibarul Ulama di Al-Lajnah Ad-Daimah:

الرقم

No

الحالة

Masalah

الحكم

Hukum

المرجع

Sumber

11 دعاء الأموات والغائبين من الأنبياء والأولياء

Berdoa kepada para Nabi dan wali yang sudah mati

شرك أكبر

Syirik besar

فتاوى اللجنة – المجموعة الأولى – ج: 1 ص: 142 – 143
12 من يستغيث بالأولياء عند نزول حادث به

Seorang yang ber-istigotsahdengan para wali ketika musibah

شرك أكبر

Syirik besar

فتاوى اللجنة – المجموعة الأولى – ج: 1 ص: 152
13 الدعاء بجاه رسول الله صلى الله عليه وسلم، أو بجاه فلان من الصحابة وغيرهم

Bertawasul dalam doa dengan kehormatan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, atau kehormatan sahabat dan selainnya

لا يجوز

Tidak boleh (karena tidak berdasarkan dalil yang shahih, penj.)

فتاوى اللجنة – المجموعة الأولى – ج: 1 ص: 153 – 154
14 الاستغاثة بالأموات والغائبين من الأحياء؛ من الجن والملائكة والإنس

Istighotsah dengan orang mati atau orang hidup yang tidak hadir, baik jin, malaikat maupun manusia

شرك أكبر

Syirik besar

فتاوى اللجنة – المجموعة الأولى – ج: 1 ص: 155 – 157
15 رقية المريض بقراءة القرآن الكريم والأذكار

Menjampi orang yang sakit dengan bacaan Al-Qur’anul Karim dan dzikir-dzikir (yang ada dalilnya)

مشروع

Hal itu disyariatkan

فتاوى اللجنة – المجموعة الأولى – ج: 1 ص: 155 – 157
16 دعاء الله بأسمائه الحسنى والتوسل إليه بها

Bertawasul dalam doa dengan nama-nama Allah Ta’ala yang maha baik

مشروع

Hal itu disyariatkan

فتاوى اللجنة – المجموعة الأولى – ج: 1 ص: 157 – 158
17 هل يجوز قول الإنسان: يا معين يا رب

Apakah boleh seorang berkata: Ya Mu’in (Wahai Yang Maha Penolong) Ya Robb (Wahai Robb)?

يجوز ذلك

Boleh

فتاوى اللجنة – المجموعة الأولى – ج: 1 ص: 160
18 الاستعانة بالجن واللجوء إليهم في قضاء الحاجات

Istighotsah dan bergantung kepada jin demi terkabulnya hajat

شرك في العبادة

Syirik dalam ibadah

فتاوى اللجنة – المجموعة الأولى – ج: 1 ص: 162 – 163
19 مسلم يقول عند قيامة أو قعوده: يا أبا قاسم، أو يا شيخ عبد القادر

Seorang muslim ketika hendak berdiri maupun duduk selalu mengucapkan: Ya Aba Qosim, Ya Syaikh Abdul Qodir Jailani

نوع من أنواع الشرك الأكبر

Termasuk syirik besar

فتاوى اللجنة – المجموعة الأولى – ج: 1 ص: 163 – 165
20 الاستعانة بغير الله في شفاء مريض، أو إنزال غيث، أو إطالة عمر

Istighotsah kepada selain Allah untuk kesembuhan orang sakit, menurunkan hujan, atau memanjangkan umur

نوع من الشرك الأكبر

Termasuk syirik besar

فتاوى اللجنة – المجموعة الأولى – ج: 1 ص: 172 – 174

Sumber Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray

DOWNLOAD AUDIO : Download Kajian MP3 kitab Syarah Do’a & Dzikir Hishnul Muslim karya Syaikh Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani oleh Ustadz Aris Munandar, S.S.

Siapa tak kenal kitab Hishnul Muslim. Kitab kecil nan mungil berisi kumpulan do’a dan dzikir dari Al-Qur’an dan As-Sunnah ini telah mendapatkan sambutan yang luar biasa di hati umat Muslim di seluruh dunia. Bahkan mungkin banyak di antara kita yang telah menghafalkan dan menjadikannya sebagai wirid sehari-hari. Namun, sudahkah kita memahami kandungan dan memetik faedah dari do’a dan dzikir yang ada dalam kitab tersebut?

Marilah kita mendulang ilmu dari kitab syarah (penjelas)-nya yang kali ini dikupas tuntas oleh Ustadz Aris Munandar, S.S.
Pertemuan 1
Muqaddimah Korektor dan Penulis Kitab Asli
Muqaddimah Pensyarah
Faedah Dzikir
 
Pertemuan 2
Faedah Dzikir
 
Pertemuan 3
Adab Dzikir dan Do’a

 

Pertemuan 4

 Adab Dzikir dan Do’a

Waktu Mustajab

Pertemuan 5
Pengabulan Do’a
Orang yang Tidak Dikabulkan Do’anya
Hal yang Dilarang dalam Berdo’a
Perintah Berdo’a

Pertemuan 6
Keutamaan Dzikir
 
Pertemuan 7
Keutamaan Dzikir
Dzikir Ketika Bangun Tidur
 
Pertemuan 8
Dzikir Ketika Bangun Tidur
Do’a Mengenakan Pakaian
Do’a Mengenakan Pakaian Baru
Do’a Kepada Orang yang Mengenakan Pakaian Baru
Do’a Ketika Melepas Pakaian
 
Pertemuan 9
 Do’a Masuk Toilet
Do’a Keluar Toilet
Dzikir Sebelum Wudhu
Do’a Setelah Wudhu
Dzikir Ketika Keluar Rumah
Pertemuan 10
Dzikir Ketika Masuk Rumah
Do’a Pergi ke Masjid
Do’a Masuk Masjid
Do’a Keluar Masjid
Dzikir-Dzikir Adzan
**********************************************

**********************************************

Agar ilmu yang ada dalam kajian ini lebih meresap,
silahkan Anda baca kitab yang dibahas dalam seri kajian ini.

Syarah Do’a & Dzikir Hishnul Muslim

Penerbit
Darul Falah
Penulis Kitab Hishnul Muslim
Syaikh Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani
Pensyarah
Syaikh Majdi bin ‘Abdil Wahhab Ahmad
Rekaman ini merupakan pemberian dari shahabat kami, Aditya Budiman As-Sigambali, S.T. (Teknik Sipil UGM ’05). Kajian ini diselenggarakan di sekitar wilayah Pogung (Utara Fak. Teknik UGM), Yogyakarta.
Bagi Anda yang ingin mengetahui jadwal kajian rutin terbaru dari Ustadz Aris Munandar, silahkan melihat pada web beliau di : ustadzaris.com

DOWNLOAD AUDIO : Download Kajian MP3 kitab Fiqih Do’a dan Dzikir karya Syaikh Prof. DR. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr hafidzahullah oleh Ustadz Fakhruddin Nu’man, Lc (Mudir Ponpes Riyadhush Shalihin, Pandeglang-Banten)

Berikut ini disajikan rekaman kajian pembahasan kitab Fiqih Do’a dan Dzikir karya Syaikh Prof. DR. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr hafidzahullah yang diselenggarakan pada tanggal 15 Januari 2011.

Pemateri adalah Ustadz Fakhruddin Nu’man, Lc (Mudir Ponpes Riyadhush Shalihin, Pandeglang-Banten). Kajian insya Allah dirutinkan sebulan sekali di Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq Ciledug. Selamat menyimak dan semoga bermanfaat.
atau