Agungnya Fadhilah Tauhidulloh* Bagaimana Kita Meraihnya

 

Oleh: Ust. Abu Ammar al-Ghoyami

 

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ (٥٦)

 

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)

 

Begitulah firman Alloh azza wajalla yang sering kita baca dan kita dengar. Dalam firman-Nya tersebut Alloh azza wajalla menyebutkan hikmah yang sangat agung dari diciptakannya kita semua sebagai manusia, yaitu agar kita beribadah kepada-Nya semata.

 

Dalam ayat lain Alloh azza wajalla menyeru kita semua agar beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya:

 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (٢١)

 

Hai manusia, beribadahlah kepada Robbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu agar kamu bertaqwa. (QS. al-Baqoroh [2]: 21)

 

Itulah tuntutan yang telah diserukan oleh Alloh, Robbul ‘alamin, kepada kita semua sebagai para hamba. Yaitu agar kita semua menjadi hamba-hamba-Nya yang senantiasa mentauhidkan-Nya dalam seluruh peribadahan kita.

 

Fadhilah Tauhid dan Ahli Tauhid

 

Bila kita pelajari tauhid dengan seksama maka kita akan dapati bahwa ia memiliki beberapa faedah dan fadhilah yang begitu agung, di antaranya:

 

(1) Tauhid merupakan sekuat-kuat motivasi untuk mencintai ketaatan kepada Alloh subhanahu wata’ala. Bagaimana tidak, sedangkan orang yang bertauhid senantiasa beribadah kepada Alloh azza wajalla di setiap saat dan setiap tempat. Tidak seperti orang-orang yang ibadahnya dibarengi dengan riya’, di mana ia hanya beribadah bila ibadahnya itu akan dilihat oleh orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang bertauhid itu sempurna imannya kepada Alloh subhanahu wata’ala Yang Maha Mengetahui sesuatu yang tersembunyi terlebih lagi yang terang-terangan.

 

(2) Orang-orang yang bertauhid adalah hamba-hamba yang mendapat jaminan keamanan dan petunjuk di dunia dan akhirat. Mereka aman dari keburukan-keburukan yang dikhawatirkan akan menimpa, dan mendapat petunjuk untuk memahami syari’at Alloh azza wajalla dan mengamalkannya. Dan yang lebih besar dari itu semua adalah mereka akan mendapat petunjuk jalan menuju Surga.

 

Alloh subhanahu wata’ala berfirman:

 

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ (٨٢)

 

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezholiman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. al-’An’am [6]: 82)

 

(3) Orang yang bertauhid dan mengamalkannya dengan keyakinan dalam hati, pengikraran dengan lisan, dan pembenaran dengan amalan anggota badan; maka amalan jeleknya akan diampuni oleh Alloh subhanahu wata’ala dan ia akan dimasukkan ke dalam Surga. Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 

مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ

 

“Siapa yang bersaksi bahwa tidak ada illah yang berhak diibadahi selain Alloh semata, tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan bahwa Isa adalah hamba Alloh dan utusan-Nya serta kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan ruh dari pada-Nya, dan bahwa Surga itu benar adanya, dan neraka itu benar adanya; niscaya Alloh subhanahu wata’ala akan memasukkannya ke dalam Surga betapa pun amalan yang diperbuatnya.” (HR. Bukhori: 2/486 dan Muslim: 1/57)

 

(4) Bahkan Alloh azza wajalla akan mencegah neraka agar tidak menimpa orang yang bertauhid yang hanya mengharap wajah Alloh azza wajalla semata, yaitu yang dengan ikhlas mengamalkan tauhidnya.

 

Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 

فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

 

“Sesungguhnya Alloh subhanahu wata’ala mengharamkan neraka atas orang yang mengucapkan laa ilaaha illalloh dengan ikhlas dan mengharap wajah Alloh.” (HR. Bukhori: 1/154 dan Muslim: 1/455)

 

(5) Tauhid yang murni yang tidak tercampur kesyirikan sedikit pun akan menghapuskan dosa-dosa sebesar dan sebanyak apapun. Dalam sebuah Hadits Qudsi Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa Alloh azza wajalla berfirman:

 

يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

 

“Wahai anak Adam, sungguh seandainya kamu mendatangi-Ku (saat kematianmu) dengan membawa dosa-dosa sepenuh bumi lalu kamu menjumpai-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Ku, niscaya benar-benar Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula. (HR. Tirmidzi: 3540, dishohihkan oleh al-Albani rahimahullahu ta’ala dalam Shohih Sunan at-Tirmidzi)

 

(6) Lebih dari itu, tauhid yang murni lagi tulus yang terealisasikan dengan sebaik-baiknya dalam kehidupan seorang muslim, niscaya ia akan masuk Surga tanpa dihisab dan tanpa diadzab sedikit pun.

 

Dalam sebuah riwayat bahwa Sa’id bin Jubair radhiyallahu anhu menuturkan sebuah hadits dari sahabat Abdulloh bin Abbas radhiyallahu anhu dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:

 

عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّهْطُ وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلَانِ وَالنَّبِيَّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ إِذْ رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِيمٌ فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِي فَقِيلَ لِي هَذَا مُوسَى عَلَيْهِ السَلامُ وَقَوْمُهُ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ لِي هَذِهِ أُمَّتُكَ وَمَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ

 

“Telah dipertunjukkan kepadaku umat-umat. Aku melihat seorang nabi, bersamanya ada beberapa orang (pengikut); dan seorang nabi, bersamanya ada satu dan dua orang (pengikut); serta seorang nabi, dan tak ada seorang (pengikut) pun bersamanya. Tiba-tiba ditampakkan kepadaku sekelompok (manusia) yang banyak jumlahnya, aku mengira bahwa mereka itu adalah umatku, tetapi dikatakan kepadaku: ‘Ini adalah Musa alaihis salam bersama kaumnya’. Kemudian tiba-tiba aku melihat lagi sekelompok (manusia) yang banyak jumlahnya, maka dikatakan kepadaku: ‘Ini umatmu, dan bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab’”.

 

Kemudian bangkitlah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan segera memasuki rumahnya. Maka manusia pun memperbincangkan tentang siapakah mereka itu (tujuh puluh ribu orang yang masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab). Ada di antara mereka yang berkata: “Mungkin mereka itu yang menjadi sahabat Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam”. Ada lagi yang berkata: “Mungkin saja mereka itu orang-orang yang dilahirkan dalam Islam kemudian mereka tidak pernah berbuat syirik sedikit pun kepada Alloh subhanahu wata’ala”. Dan mereka menyebutkan lagi beberapa perkara yang lain. Ketika Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam keluar, mereka memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Maka beliau bersabda:

 

هُمْ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَكْتَوُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

 

“Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta ruqyah, tidak meminta supaya sakitnya ditempel dengan besi yang dipanaskan, dan tidak melakukan tathoyyur[1] dan mereka pun bertawakkal kepada Robb mereka”. (HR. Bukhori: 4/199 dan Muslim: 1/199)

 

Sungguh kita telah diseru kepada tauhid agar menjadi hamba yang bertauhid, sebagaimana dua ayat yang tersebut di awal kajian kita ini. Dan kalau kita mau memahami dan mau jujur kepada diri kita sendiri, kita akan tahu bahwa seruan Alloh azza wajalla yang sekaligus merupakan perintah bagi kita semua ini menunjukkan atas betapa Dia subhanahu wata’ala adalah Robb yang sangat besar kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Yang demikian itu akan kita yakini tatkala kita telah mengetahui keutamaan tauhid yang sedemikian agung dan sangat berharga bagi kita. Berarti tatkala Alloh azza wajalla memerintahkan kepada kita agar beribadah kepada-Nya maknanya Alloh azza wajalla telah memerintahkan kepada kita agar segera meraih keutamaan tauhid tersebut dan segera mendapatkannya.

 

Bagaimana Kita Mentauhidkan Alloh azza wajalla?

 

Sesuai dengan pemahaman Ahlus sunnah wal jama’ahtauhid ialah sebuah keyakinan akan keesaan Alloh subhanahu wata’ala. Maksudnya ialah mengesakan Alloh subhanahu wata’ala dengan sesuatu yang khusus bagi-Nya semata berupa hakRububiyahUluhiyah, dan al-Asma’ul Husna (nama-nama-Nya azza wajalla yang baik dan sempurna) serta ash-Shifatul ‘Ulya (sifat-sifat-Nya azza wajalla yang mulia lagi tinggi). Sehingga untuk meraih keutamaan tauhid, seseorang harus mengesakan Alloh azza wajalla dalam ketiga hak-hak-Nya tersebut.

 

Mengesakan Alloh azza wajalla dengan hak Rububiyah artinya ialah mengesakan Alloh azza wajalla dengan hak mencipta, kepemilikan dan penguasaan serta pengaturan makhluk-Nya. Mengesakan Alloh subhanahu wata’ala dengan hak mencipta artinya seseorang meyakini bahwa tidak ada seorang pencipta selain Alloh azza wajalla. Sedangkan mengesakan Alloh azza wajalla dengan hak kepemilikan dan penguasaan ialah seseorang meyakini bahwa tidak ada yang memiliki dan menguasai makhluk selain Penciptanya, yaitu Alloh azza wajalla semata. Adapun mengesakan Alloh subhanahu wata’ala dengan hak pengaturan ialah seseorang meyakini bahwa tidak ada yang mengatur makhluk-makhluk seluruhnya selain Alloh azza wajalla semata.

 

Mengesakan Alloh subhanahu wata’ala dengan hak-hak Uluhiyah artinya mengesakan Alloh subhanahu wata’ala dalam seluruh peribadahan. Seseorang harus meyakini bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Alloh azza wajalla semata, sehingga ia pun hanya menghambakan diri kepada Alloh azza wajalla semata, mengesakan-Nya dengan penuh ketundukan, kecintaan serta pengagungan, dan beribadah kepada-Nya dengan sesuatu yang disyari’atkan oleh-Nya azza wajalla dan ia menjauhkan diri dari beribadah kepada sesuatu yang disekutukan dengan-Nya azza wajalla.

 

Adapun mengesakan Alloh subhanahu wata’ala dengan al-Asma’ul Husna serta ash-Shifatul ‘Ulya artinya meyakini bahwa nama-nama serta sifat-sifat yang dimiliki-Nya hanya untuk-Nya semata dan tidak ada yang berhak menyandangnya sedikit pun selain Dia azza wajalla. Pengesaan Alloh subhanahu wata’ala yang ketiga ini terwujud dengan dua perkara sekaligus, yaitu penetapan dan peniadaan. Maksudnya, penetapan seluruh al-Asma’ul Husna maupun seluruh ash-Shifatul ‘Ulya yang telah Alloh subhanahu wata’ala tetapkan untuk diri-Nya azza wajalla di dalam al-Qur’an dan di dalam hadits Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam hanya bagi-Nya semata, sekaligus disertai dengan peniadaan sesuatu pun yang menandingi-Nya dalam al-Asma’ul Husnaserta ash-Shifatul ‘Ulya tersebut. Sehingga kewajiban kita ialah beriman dengan al-Asma’ul Husna yang Alloh subhanahu wata’ala telah menyebut diri-Nya dengannya di dalam kitab-Nya, maupun yang Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyebut-Nya dengannya di dalam hadits-hadits yang shohih. Juga beriman denganash-Shifatul ‘Ulya yang Alloh subhanahu wata’ala telah menyifati diri-Nya dengannya di dalam kitab-Nya maupun yang Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyifati-Nya dengannya di dalam hadits-hadits yang shohih. Semuanya kita imani tanpa mengubah atau menyimpangkan maknanya, tidak pula membuangnya dan menanyakan bagaimana (hakikatnya)?, serta tidak pula menyerupakannya dengan makhluk-Nya azza wajalla.

 

Seorang yang beriman kepada Alloh azza wajalla akan sempurna tauhidnya bila ia telah menyempurnakan ketiga macam tauhid tersebut seluruhnya. Dengan keimanan dan penetapan serta perealisasian ketiga tauhid tersebut berarti ia telah benar-benar memiliki tauhidulloh, sehingga menjadilah ia seorang muwahhid (orang yang bertauhid atau ahli tauhid) yang sesungguhnya yang berhak mendapat keutamaannya. Semoga Alloh subhanahu wata’ala menjadikan kita semua termasuk hamba-hamba yang bertauhid kepada-Nya, Amin.

 

 


*  Tauhidulloh artinya mengesakan Alloh subhanahu wata’ala dalam keyakinan maupun peribadahan.

[1]  Tathoyyur ialah merasa pesimis, merasa bernasib sial, atau meramal nasib buruk sebab melihat burung tertentu, atau binatang lainnya atau apa saja.

Disalin dari artikel blog Ust. Abu Ammar al-Ghoyami untuk blog Abu Abdurrohman

Tinggalkan komentar